Scroll untuk baca artikel
Persona

35 Tahun Mengabdi: Kisah Sedih Ibu Guru di Kota Bekasi yang Dipatahkan, Bukan Dihargai

×

35 Tahun Mengabdi: Kisah Sedih Ibu Guru di Kota Bekasi yang Dipatahkan, Bukan Dihargai

Sebarkan artikel ini
Siti Munawaroh, mantan Kepala SD Negeri Jaticempaka I

KOTA BEKASI — Menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) konon adalah impian berjuta warga Indonesia. Gaji tetap, pensiun pasti, dan titel abdi negara yang kadang bikin tetangga kagum walau cuma duduk di belakang meja.

Tapi siapa sangka, di balik seragam coklat itu, kadang terselip luka yang tak kasat mata—dan terkadang tak masuk logika.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Adalah Siti Munawaroh, mantan Kepala SD Negeri Jaticempaka I, yang kini lebih sering duduk di kursi roda dibandingkan kursi kepala sekolah. Bukan karena usia semata, tapi karena sebuah kecelakaan ketika ke kondangan salah satu atasannya di Dinas Pendidikan Kota Bekasi.

Sialnya, pulang dari acara bukan dapat nasi box, tapi malah dapat trauma kaki permanen dan tak lama kemudian surat pemberhentian.

BACA JUGA :  Terkait Permintaan Audiensi BMPS, Pj Wali Kota Bekasi Sebut Sudah Disposisi Kadisdik

“Saya ini sudah 35 tahun mengabdi, mas. Masa karena saya sakit harus langsung dicopot? Saya datang ke kondangan pimpinan, bukan ke diskotik,” ujarnya menyuarakan unek-uneknya saat ditemui Rabu (16/7/2025).

Tak lama setelah kecelakaan yang membuatnya harus menggunakan kursi roda, datanglah SK pemecatan sebagai Kepala Sekolah. Siti menyebut, pemecatannya terasa janggal.

Bahkan cenderung seperti “serangan balik” dari kelompok yang merasa terganggu dengan kehadirannya. Sebelum ditunjuk sebagai kepala sekolah di SDN Jaticempaka I, jabatan itu kosong.

Sekolah berjalan seperti kapal tanpa nakhoda tapi tetap berlayar, walau arahnya bisa ke mana saja. Semua urusan dikelola kolektif oleh karyawan sekolah, termasuk dana BOS, dan (ehm) iuran-iuran tak resmi.

“Begitu saya masuk, saya luruskan semuanya. Saya bilang ke guru-guru, pemotongan dana sertifikasi itu tidak boleh. Tapi tetap dilakukan juga. Saya tegur, mungkin itu yang bikin mereka nggak nyaman. Lalu saya dilaporkan langsung ke Kadisdik, tanpa lewat pengawas. Ini kok seperti main bypass ya,” katanya.

BACA JUGA :  Tampil dengan Gaun Tembus Pandang, Nitizen Bergumam

Siti menjelaskan bahwa SK pemberhentiannya juga penuh teka-teki. Ia dipanggil pada 12 Juni 2025 ke BPKSDM Kota Bekasi untuk menerima SK penurunan pangkat ke Golongan III D dengan sanksi ringan.

Namun, belum sempat menerima fisik surat itu, ia justru langsung mendapat SK pemberhentian sebagai kepala sekolah.

“Anehnya, di SK itu saya masih tercatat golongan IV A. Padahal katanya sudah diturunkan,” ujarnya sambil memperlihatkan dokumen yang ia simpan rapi.

Yang makin menyakitkan, menurut Siti, adalah ketika para koordinator kelas (Korlas) ikut-ikutan minta dirinya diganti.

Ia menduga ada upaya sistematis dari sejumlah guru yang merasa ‘terganggu bisnisnya’ untuk menggiring opini agar dirinya turun takhta.

BACA JUGA :  Carut Marut PPDB, Ribuan Orang Tua Siswa Dibikin Gabut

“Saya yakin mereka sudah ‘diarahkan’. Namanya juga kompak banget. Biasanya guru sulit satu suara, ini kok bisa serempak,” ujarnya sambil tertawa kecil.

Pintu Keadilan: Walikota, Tolong Saya

Dengan penuh harap, Siti menyatakan ingin menghadap langsung ke Wali Kota Bekasi. Bukan untuk meminta jabatan dikembalikan, tapi untuk mencari keadilan sebagai warga dan ASN yang telah mengabdi puluhan tahun.

“Kalau bukan ke Wali Kota, saya harus ke mana? Saya cuma ingin diperlakukan adil. Jangan karena saya tidak bisa berdiri, lantas saya dijatuhkan begitu saja,” ucapnya pelan namun mantap.***