LAMTIM – Pelaksanaan proyek pembangunan perbaikan jalan di dua desa wilayah Kabupaten Lampung Timur yang kini tengah berlangsung terkesan kerjaan siluman. Tidak diketahui dari mana sumber proyek, siapa kontraktor pelaksana, dan berapa besar anggaran yang digunakan.
Pasalnya proyek yang tengah dikerjakan di Desa Gunung Sugih Besar, Sekampung Udik dan Desa Gunung Raya, Marga Sekampung tidak dipasang papan proyek sebagimana ketentuan Keputusan Presiden (Kepres) dan Undang – Undang Keterbukaan Informasi Publik. Sehingga proyek tersebut diduga dengan maksud-maksud tertentu.
Tidak terpasangnya papan plang proyek di sepanjang pekerjaan proyek pembangunan jalan hotmix itu oleh pihak rekanan mengundang perhatian masyarakat kalau pihak pemborong nakal selaku pelaksana akan melaksanakan pekerjaan luput dari perhatian yang tidak sesuai dengan RAB dan petunjuk teknis serta bestek yang sebenarnya.
Ironisnya dua pekerjaan proyek jalan seperti di Desa gunung Sugih Besar, atapun di Desa Gunung Raya membingungkan warga untuk mengawasi pelaksanaan di lapangan meliputi pekerjaan hotmix jalan raya gunung sugih besar sepanjang 835 meter mulai dari titik nol simpang empat.
Bahkan pengecoran jalan di desa Gunung Raya yang tidak diketahui jelas volume dan panjangnya tersebut sempat viral melalui media sosial akibat pengecoran jalan diketahui tanpa tulang besi sesuai foto yang beredar. Hal tersebut mengundang pertanyaan apakah demikian?
Baik pihak di lapangan, seperti penanggungjawab dari pihak konsultan atau pemilik alat berat terkesan kompak merahasiakan proyek tersebut milik siapa. Lalu yang membayar mereka di lapangan siapa?
“Saya tidak tahu siapa pemilik proyeknya. Karena tanggungjawab saya hanya pengadaan alat berat,”ujar Buang Karno selaku penanggungjawab alat berat ketika dikonfirmasi melalui saluran telpon.
Jawaban senada juga disampaikan Muhajir, diketahui selaku pihak konsultan mengaku tidak mengetahui. Dia beralasan antara dirinya tidak ada keterkaitan dengan pihak pemborong tetapi di bawah naungan konsultan.
Proyek siluman tanpa plang nama tersebut menjadi pertanyaan siapa pemborongnya perusahaan mana, volumenya bagaimana, panjang pekerjaannya berapa, nilainya berapa tidak ada yang mengetahuinya.
“Apa ini yang di namakan pekarjaan di era keterbukaan publik, ini peroyek pemerintah apa proyek peribadi,” tegas Ahmad salah satu warga Gunung Sugih Besar.
Terpisah, Rohadi penanggung jawab lapangan pekerjaan saat dikonfirmasi di rumahnya hanya menanggapi santai berjanji menyampaikan ke pihak pemilik proyek.
Pekerjaa sudah hampir selesai belum terpasang papan proyek. Ahmad meminta Pemerintah Provinsi Lampung turun ke lapangan dan memberi kejelasan kepada masyarakat.
Diketahui secara umum, terkait pemasangan papan nama proyek, ada sejumlah peraturan perundang-undangan yang dapat menjadi rujukan, antara lain yaitu:
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung (“Permen PU 29/2006”), kedua Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan (“Permen PU 12/2014”)
Soal pemasangan papan nama proyek dalam Permen PU 29/2006 disebutkan salah satunya terkait persyaratan penampilan bangunan gedung, yang salah satunya memperhatikan aspek tapak bangunan.
Pada daerah/lingkungan tertentu dapat ditetapkan ketentuan khusus tentang pemagaran suatu pekarangan kosong atau sedang dibangun, pemasangan nama proyek dan sejenisnya dengan memperhatikan keamanan, keselamatan, keindahan dan keserasian lingkungan.[1]
Masih soal pemasangan papan nama proyek, dalam proyek pembangunan sistem drainase perkotaan misalnya, pemasangan papan nama proyek ini termasuk pekerjaan persiapan (Pre-Construction).
Pekerjaan Persiapan (Pre-Construction) salah satunya adalah pemasangan papan nama proyek sebanyak yang diperlukan, minimal 2 (dua) buah, dengan ukuran dan penempatan yang ditunjuk oleh Direksi Teknik.[2] Cara pengerjaan yang harus dilakukan berkaitan dengan persiapan lapangan ini adalah tentukan lokasi pemasangan papan nama proyek yang strategis, mudah dibaca, dan aman terhadap gangguan.[3] (Abu Umar)