WAWAINEWS.ID – Sebuah Pengabdian tanpa batas dari sosok Sutiyarto dalam membangun Desa Gunung Mas, Kecamatan Marga Sekampung, Kabupaten Lampung Timur, sudah mencapai klimaksnya.
Sinar surya perlahan mulai tenggelam, layung senja sore di sebuah desa pun mulai menghantar menuju malam yang menjadi puncak akhir selesainya, sebuah perjalanan panjang, makna dari sebuah perjuangan tanpa batas. Rintik hujan di bulan Januari ini, seolah berkah bagi kepala desa Gunung Mas.
Adalah Sutiyarto, salah satu sosok yang sangat berjasa dan tidak terlepas dari sejarah terbentuknya Desa Gunung Mas. Bersama tiga rekannya, yakni, Kasno (alm), Kusnali dan Kariman, di tahun 1999 dengan berbagai upaya, mereka berjuang untuk memekarkan desa tersebut agar terpisah dari desa induk desa Batu Badak.
Desa Gunung Mas, merupakan pemekaran dari Desa Batu Badak, Kecamatan Marga Sekampung, Kabupaten Lampung Timur pada tahun 1999. Usianya Desa itu hampir sama dengan lahirnya Kabupaten Lampung Timur yang memisahkan diri dari Kabupaten Lampung Tengah.
“Perjuanga, itu niatnya adalah pengabdian dan ibadah untuk banyak orang. Mengingat kala itu, semua tarikan pajak dan janggolan banyak yang di pungut dari Gunung Mas,”ungkap Pak Tiyar, sapaan akrab Kades yang kini memasuki periode ketiganya, kepada Wawai News, Sabtu (18/1/2020).
Meski pajak banyak dipungut dari wilayah Gunung Mas. Namun menurutnya saat itu, pembangunan di wilayahnya nihil, sehingga alasan tersebut mendorong inisiatif mereka harus berjuang untuk memisahkan diri dari desa induk.
“Perjuangan saat itu, sampai ke Mandagri bahkan sempat menghadap Presiden Aburrahman Wahid (Gusdur) untuk memohon agar Desa Gunung Mas bisa di mekar kan dari desa Batu Badak,”Kenang Pak Tiyar, dalam perbincangan menjelang magrib.
Tiyar, kini memasuki periode ketiga menjabat sebagai Kepala Desa Gunnung Mas melalui pemilihan langsung, Dapat dikatakan dia adalah Kepala Desa terlama di wilayah Kabupaten Lampung Timur atau untuk Provinsi Lampung sendiri. Bagaimana tidak sosoknya sebelum menjabat kepala desa tersebut, dia juga menjabat sebagai PJ Kepala Desa Gunung Mas selama delapan tahun sejak desa tersebut dimekarkan. Lama jabatan Pak Tiyar sama dengan umur desa Gunung Mas sejak di mekarkan dari desa induknya.
Ya..Pak Tiyar, hingga 18 Januari 2020 tepat 20 tahun sudah memimpin Desa Gunung Mas. Saat ini, dia baru selesai dilantik menjadi Kepala Desa di periode ketiga dengan pelantikan awal Januari lalu.
Tentunya banyak cerita, dalam perjalanannya menjadi Kepala Desa terutama saat pemilihan langsung. Saat penetapan pemilihan kepala desa di periode pertamanya, Pak Tiyar bersaing dengan tiga kandidat, tapi warga Gunung Mas tetap memberi kepercayaan kepadanya.
Bahkan uniknya, saat pencalonannya periode kedua tepatnya lima tahun lalu sampai tidak ada warga setempat untuk maju mencalon melawannya atau bisa dikatakan lima tahun lalu dia tidak ada lawan.
Sementara syarat sebuah desa untuk melaksanakan Pilkades, harus ada lawan. Sehingga pada akhitnya sebagai gantinya Pak Tiyar dan anak kandungnya mendaftar sebagai calon. Lagi dan lagi dia terpilih.
Hingga memasuki Pilkades di tahun 2019, pencalonan periode ketiganya bagi Pak Tiyar yang kembali mencalonkan diri, meski usia terbilang tak muda lagi. Jika lima tahun lalu, bisa dikatakan tidak ada warga berani melawannya di Periode ketiga tersebut berbeda. Dia harus melawan empat kandidat calon Kades pada November 2019 dan Pak Tiyar jatuh pada no urut 5.
“Perjuangan dan pengabdian ujiannya kian berat tantangan yang dihadapi pun berbeda dengan lima tahun lalu. Salah satunya perangkat desa pun banyak berkhianat. Dari delapan kepala dusun hanya tiga orang yang masih setia,”tegasnya menganggap hal tersebut adalah ujian perjuangan.
Tak sampai disitu, pertaruhan 20 tahun pengabdiannya untuk kemajuan desa Gunung Mas pun dipertaruhkan di pencalonanya di periode ketiga tersebut. Banyak suara aral dan gunjingan, hinhha cemoohan dari berbagai pihak yang tidak senang sudah tak terbendung. Bahkan imbuhnya letusan petasan pun menggelegar pertanda menang bagi lawan nya meski perhitungan belum selesai.
“Mereka seolah sudah pesta, tapi perhitungan suara belum selesai. Tapi akhirnya pesta tersebut reda, sepi dan hening saat hasil akhir hitungan suara tersebut selesai. Dan Alahamdulillah, saya bisa mendapatkan suara lebih meski hanya 26 suara,”ujarnya menyebut itu adalah jawaban dari sebuah perjuangan dan pengabdian.
Meski sudah dua puluh tahun menjabat kepala desa, Sutiyarto mengakui tidak memiliki hasil apapun. Dia menyebut bahwa dirinya tidak memiliki rekening bank apapun selain dari rekening desa. Begitu pun harta tidak bergerak yang ada hanya lahan pekarangan.
“Boleh boleh di cek seluruh indonesia saya tidak punya aset, semua ini saya kerja kan hanya amanah dan ibadah , jadi bagi warga masyarakat yang tidak mau mendukung dan memilih saya itu salah dalam menilai, ora ketang saitik iso kualat,” tutupnya.
Dipenghujung jabatannya, Pak Tiyar, mengaku hanya ingin memberi yang terbaik bagi apa yang telah mereka perjuangkan. Hidup hanya sementara, sementra akhirat selama lamanya. (Kandar)