Nasional

Penunjukan Eks Napi Koruptor Jadi Komisaris BUMN, Dipertanyakan?

×

Penunjukan Eks Napi Koruptor Jadi Komisaris BUMN, Dipertanyakan?

Sebarkan artikel ini
Emir Moeis

JAKARTA – Penunjukkan Izedrik Emir Moeis sebagai Komisaris BUMN PT Pupuk Iskandar Muda (PMI) dianggap salah besar. Tak heran penunjukan itu menjadi cemohan semua pihak salah satunya dari Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Bersatu Arief Poyuono.

Menurutnya, penunjukan itu adalah salah kaprah dan sudah rusak sistem rekrutmen Komisaris di BUMN. Meskipun Emir Moeis pernah tertangkap karena kasus korupsi, bukan berarti dia tidak akan melakukan hal serupa.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

“Apapun profesinya sekarang dia itu adalah Mantan napi korupsi artinya secara habitnya pasti tukang nyolong uang negara. Nah, nanti kumat lagi habitnya di BUMN, ya, pasti nyolong lagi,” sindir Arief.
Menurutnya, seorang narapidana tidak akan kapok untuk mengulanginya lagi. Masih bisa melakukan hal yang sama, apalagi yang dikelola merupakan uang negara.

BACA JUGA :  JK: Virus Corona Tak Bisa Diajak Berdamai

“Enggak akan kapok koruptor kalau sudah bebas, masih bisa ngelola duit negara lagi atau aset negara model seperti BUMN,” tegasnya. Arief pun mempertanyakan mengapa mantan napi korupsi dengan mudah bisa mendapatkan pekerjaan.

Sorotan juga datang dari Anggota Komisi VI DPR Achmad Baidowi. Ia mendesak Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjelaskan kepada publik terkait penunjukan mantan terpidana korupsi Izedrik Emir Moeis sebagai komisaris PT Pupuk Iskandar Muda.
Menurutnya, pihak BUMN perlu menjelaskan bagaimana proses penunjukan Emir sehingga memenuhi syarat sebagai komisaris.

“Tinggal bagaimana pihak Kementerian BUMN menjelaskan kepada publik bahwa Emir Moeis memenuhi syarat-syarat dan memenuhi kualifikasi,” kata Baidowi dilansir dari Kompas

BACA JUGA :  Barang Bukti Sabu 11 Kg Lesap, IPW Desak Mabes Polri Bentuk Tim

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menilai, secara aturan, penunjukan itu tidak melanggar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Kendati demikian, menurut Baidowi, yang menjadi persoalan saat ini adalah aspek kepantasan dan etis.