Opini

212 Virus Mematikan Bagi Penguasa

×

212 Virus Mematikan Bagi Penguasa

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi peserta Reuni 212
Ilustrasi peserta Reuni 212 (Foto: Basith Subastian/kumparan )

Oleh: Yusuf Blegur

WAWAINEWS – Seiring berlangsungnya wabah pandemi global. Bukan hanya virus Corona yang ditakuti rezim pemerintahan. Bahkan pandemi yang berkepanjangan itu terkesan terus dipelihara.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Bukan saja bisa dimanfaatkan untuk korupsi bansos, bisnis PCR dan peralatan sarana kesehatan lainnya.

Pandemi bisa dijadikan motif efektif untuk mengebiri demokrasi. Ditengah pandemi yang tak jelas ujungnya. Sesungguhnya ada kekuatan gerakan moral rakyat yang disebut 212.

Massa aksi yang lahir dari kebuntuan konstitusi dan demokrasi. Telah menyeruak di hati sanubari dan jiwa rakyat. Tak ubahnya virus yang berbahaya dan mematikan. Perlemen jalanan fenomenal dan monumental yang belum pernah terjadi sebelumnya di Indonesia.

212, dihadapan rezim tetaplah menjadi ancaman nyata dan terbukti berbahaya bagi kelanggengan kekuasaan. Layaknya menghadap pandemi. Pemerintah dengan berbagai cara berusaha mengantisipasi dan jika perlu melakukan rekayasa menghentikan atau menggembosi.

BACA JUGA :  BroNies, Temui Wakil Ketua Umum PROJO di Jatim

212 esensinya merupakan representasi kekuatan Islam di Indonesia melawan hegemoni dan dominasi kapitalisme dan komunisme global.

Boleh jadi 212 merupakan kanalisasi politik umat Islam yang selama ini termarginalkan. Umat Islam seperti menemukan ruang dan wadah yang berusaha bangkit dalam keterpurukan. Bukan hanya ajang silaturahim dan menjalin ukuwah Islamiyah.

Umat Islam juga berhasil membangun konsolidasi demokrasinya sendiri. umat Islam seperti melakukan pembangkangan dan perlawanan dari pelbagai intimidasi, tekanan dan teror yang terjadi selama ini.

Konsistensi dan Penghianatan

Belakangan berkembang rumor adanya upaya melemahkan aksi 212. Tidak cukup dari kekuasaan dan irisannya. Reuni unjuk rasa terbesar di Indonesia, malah mungkin yang terbesar di dunia yang pernah dilakukan di Monumen Nasional Jakarta. Berkembang adanya manuver untuk membonsai dan atau menggagalkannya dari kalangan internal. Seperti apa yang disampaikan oleh Habib Bahar Bin Smith.

Ada semacam tindakan melacur dan menghianati semangat momen 212. Upaya tercela dan aib itu cenderung justru datang dari beberapa orang yang dianggap ikut membangun dan berjuang dalam 212 sejak tahun 2016 yang lalu.

BACA JUGA :  Haji dan Politik Identitas Global

Meskipun tetap akan dilaksanakan. Kegiatan reuni 212, telah mengalami penurunan dari sisi substansi acara dan teknis pelaksanaannya.

Selain bergesernya tempat acara dari yang terbiasa di Monas. Kini malah dipindahkan di Masjid Az-Zikra Sentul, Bogor. Mungkin juga terbagi kehadiran massanya di Patung Kuda, Jl. Merdeka Barat Jakarta.

Bisa jadi terkendala perijinan teknis atau adanya kepentingan-kepentingan politik dari rezim atau dari notabene orang dalam 212.

Betapapun aksi reuni 212 pada akhirnya membuka tabir kesetiaan dan istiqomah umat Islam. Juga adanya kecenderungan penghianatan orang-orang di dalamnya. Umat Islam yang memang sudah menunggu momen itu, tak pernah kehilangan semangat dan motivasi mengikuti reuni akbar yang strategis dan penuh makna tersebut.

Aksi yang pernah menumbangkan pejabat yang menista agama Islam. Sejatinya merupakan satu-satunya harapan dan peluang terbesar umat Islam di Indonesia untuk menyuarakan aspirasi dan dan keinginannya.

BACA JUGA :  Kehormatan Seorang Anies

Rasanya, umat Islam harus bersabar dan tetap bertahan menunggu momen yang lebih tepat dan efektif. Biar bagaimanapun kekuasan tak akan pernah diam dan membiarkan efek domino aksi reuni 212 merusak dan menghancurkan kenstelasi dan konfigurasi politik nasional.

Bukan mustahil bisa berimplikasi pada kepentingan internasional. Karena pada dasarnya setiap kepentingan yang menghambat dan menjadi musuh terhadap aksi 212 merupakan sesuatu yang sama, berupa kapitalisme maupun komunisme yang bertumpu pada sekulerisasi dan liberalisasi. Baik pada wajah lokal oligarki maupun transnasional. Serta dalam tampilan kekuasaan represif dan tirani.

Semoga umat tetap berpegang teguh dan istiqomah dalam ghiroh Islam. In syaa Allah saling nasehat-menasehati dalam kebenaran dan saling nasehat-menasehati dalam kesabaran.

In syaa Allah.

Penulis, Pegiat Sosial dan Aktifis Yayasan Human Luhur Berdikari.