WAWAINEWS – Ambrolnya pasar KUD Kota Tanjung Pinang, menyisakan beragam spekulan dari berbagai pihak dengan menyebut pengelola dan pemerintah daerah bisa digugat pedagang.
Pasalnya, pasar merupakan kawasan publik, dimana pedagang yang memiliki lapak ditarik retribusi dengan peraturan tertentu yang telah disepakati. Sehingga dianggap pengelola bahkan pemerintah dianggap lalai atas kejadian tersebut.
Ambrolnya bangunan tersebut membuktikan, bahwa bangunan tersebut sudah tidak layak fungsi. Indikasinya jelas tidak ada kajian atau bahkan tidak ada pemeliharaan berkala oleh pengelola ataupun pemerintah.
“Gugatan Kedua, karena ada kerugian materi para pedagang dan juga adanya pengunjung jadi korban,” ungkap Pengamat Kebijakan Publik, Chaidar, menyampaikan hal itu saat berbincang di Podcast Memo Rindu, Selasa, (08/03/2022), malam.
Menurutnya, para pedagang di Pasar KUD saat ini adalah korban atas kejadian akibat kelalaian pengelola dan pemerintah.
Bahkan, katanya, pada kejadian pertama robohnya sebagian lantai Pasar KUD sudah menjadi alarm. Tapi kenapa tidak segera dilakukan relokasi sejak kejadian tersebut.
Sejak kejadian pertama, harusnya pemerintah melakukan 2 (dua) hal, yakni dengan menutup total bangunan tersebut. Atas dasar keselamatan dan kedua mencarikan relokasi tempat berjualan para pedagang.
“Kenyataannya sampai dengan kejadian kedua pemerintah tidak cepat mengambil tindakan. Harusnya menutup secara total dengan dasar teknis. Kedua segera mencarikan relokasi pedagang. Ada jarak 2 (dua) minggu disini, namun tidak selesai,” paparnya.
Mengakibatkan kejadian pada tanggal 5 Maret 2022 itu adanya korban jatuh dan kendaraan, karena masih ada aktivitas disana.
Ia menilai, ditutup total dengan alasan yang tegas. Bukan himbauan. Misalnya, bangunan pasar ini ditutup karena kontruksi sudah tidak layak fungsi berdasarkan kajian teknis. Bukan hanya imbauan. Tentu ini belum kuat.
Menurutnya, yang namanya imbauan bisa diikuti dan tidak. Dasar yang paling kuat itu disertakan alasan teknis.
Bila sudah ada alasan teknis, para pedagang masih berjualan, maka pihak Satpol PP atau kepolisian bisa turun melakukan pengawasan.
“Kondisi di lapangan tidak ada peringatan yang tegas. Jadi para pedagang merasa bangunan tersebut bisa saja aman. Padahal secara teknis sudah tidak kuat,” tuturnya.
Ia mengaku, sudah melihat spanduk imbauan itu. Tidak menyatakan larangan pemerintah atau bukan. Himbauan seperti itu seharusnya dicantumkan itu merupakan keputusan dari pemerintah berdasarkan kajian teknis dari Dinas PUPR.
Dikatakan, mendapatkan informasi, bahwa 6 (enam) bulan sebelum kejadian, bangunan tersebut sudah tidak layak digunakan.
“Ini perlu dikonfirmasi, sudah ada pernyataan dari tim penilaian teknis yang melakukan kajian terhadap bangunan tersebut. Menyatakan bangunan itu sudah tidak layak fungsi,” ucapnya.
Hal ini menjadikan masyarakat sepenuhnya korban dalam robohnya pasar. Pemerintah dianggap kurang tegas dalam memberikan pernyataan kondisi bangunan.
“Itulah yang membuat masyarakat tidak bisa disalahkan. Ketika imbauan itu diabaikan, harusnya pemerintah ambil alih dalam pengawasan di lapangan,” ujarnya.
Menurutnya, jika bangunan itu tidak layak demi keamanan harusnya dirobohkan.
Dikatakan, terdapat sanksi pidana dan sanksi administrasi bagi pihak penyelenggara pasar yang mengabaikan kewajiban dalam menyelenggarakan bangunan dan gedung.
“Hati-hati, ini ada sanksi loh. Ada 2 (dua) sanksi bagi pihak penyelenggara yang mengabaikan kewajibannya dalam rangka penyelenggaraan bangunan dan gedung,” sebutnya.
Pertama, katanya, ada sanksi administrasi, dari teguran tertulis sampai izin penggunaan gedungnya sampai izin usaha juga dicabut.
“Bahkan, pihak pemerintah dalam hal ini dapat mengambil 20 persen dari nilai bangunan untuk membayar pihak korban kehilangan harta bendanya dan sebagainya,” katanya.
Dan tambahnya, ada sanksi pidana maksimum ancaman 3 (tiga) tahun apabila menimbulkan kerugian harta benda dan kecelakaan luka biasa.
Ketika, sambungnya, ada yang luka dan cacat tetap, naik jadi 4 (empat) tahun ancamannya. Ini jelas dalam UU No 28 tahun 2022, lalu diperjelas lagi dalam PP No 16 tahun 2021.
Ia menyampaikan, secepatnya pemerintah harus melakukan penanganan dari rehabilitasi, relokasi, hingga revitalisasi.
Kejadian 5 Maret 2022 itu, 2 (dua) hal dilakukan pemerintah. Membantu korban yang jatuh, serta kendaraan-kendaraan yang jatuh.
Kedua, memindahkan segera para pedagang agar bisa langsung berjualan dan melanjutkan hidup.
“Harusnya dua atau tiga hari persoalan ini sudah bisa diselesaikan. Sebelum direvitalisasi secara bangunan,” ungkapnya.
Senada dengan Chaidar, Praktisi Hukum, Bahktiar Batubara, menyatakan, pedagang dalam hal ini korban sepenuhnya.
“Karena mereka ditarik sewa setiap pedagang itu. Jadi mereka punya hak supaya tempat mereka nyaman. Jika itu terabaikan, berarti ada kealfaan, lalai ya pengelolanya ini. Sehingga pedagang itu bisa menuntut ganti rugi atas kerugian mereka kepada pemerintah dalam hal ini siapa yang mengelola,” tuturnya.
Ia menambahkan, bagi masyarakat yang dirugikan bisa ajukan gugatan terhadap pihak pengelola pasar.
“Mereka bisa ngajukan gugatan perwakilan, mereka memberi kuasa atau langsung boleh saja, menggugat pihak-pihak yang terkait,” ungkapnya. (Red)