Scroll untuk baca artikel
Opini

Kita Ini Bangsa Apa?

×

Kita Ini Bangsa Apa?

Sebarkan artikel ini
Yusuf Blegur
Yusuf Blegur

Oleh: Yusuf Blegur

WAWAINEWS – Sangat sulit untuk mendefinisikan Indonesia, sebagai sebuah negara apa?. Sebagai sebuah bangsa apa?. Ideologi apa yang menuntun cara hidupnya?. Kebudayaan apa yang menopang karakternya?.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Lalu apa yang sudah dilakukan dan dirasakan dalam upaya menghadirkan kemakmuran dan keadilan sebuah negara bangsa yang tak kunjung ada?.

Tahun ini NKRI akan memasuki usia 77 tahun kemerdekaannya, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 2022 mendatang. Sebuah perjalanan sejarah negara bangsa yang tidak lagi bisa dibilang seumur jagung. Tapi sayangnya, sejauh ini Indonesia belum bisa memastikan pada fase dan posisi apa negara sekarang berada.

Semenjak proklamasi kemerdekaan RI digaungkan, situasi politik dan ekonomi bangsa terus mengalami turbulensi baik skala nasional maupun internasional. Meski pernah mempelopori Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada tahun 1955, yang ikut melahirkan gerakan kebangsaan berujung kemedekaan negara-negara dunia ketiga di Asia Afrika.

Juga memperkenalkan Pancasila dalam forum sidang PBB tahun 1960 dan menjadi proyek mercusuar paling fenomenal di tengah dunia sedang dikuasai ideologi barat dan timur yang mewujud dominasi sekaligus hegemoni dan dominasi ideologi kapitalis dan komunis.

BACA JUGA :  Presiden Prabowo: Disiplin dan Kesetiaan

Namun rezeki tak kunjung datang, malang tak dapat ditolak. Suasana kejayaaan bangsa yang sepertinya tampak pada awal-awal kelahiran dan pertumbuhan peroide kemerdekaan itu, harus mengalami abortus.

Republik dilanda karut-marutnya pemerintahan karena pemberontakan dan perang saudara, kemudian tragedi 1965 yang menandai tumbangnya rezim Soekarno, disusul jatuhnya rezim Soeharo yang diikuti pembajakan reformasi, serta semakin banyaknya gelombang kemunduran bangsa hingga sekarang di bawah kekuasaan rezim saat ini.

Masa-masa itu, Indonesia yang tergolong baru dalam percaturan politik internasional, memang berhasil mencuri perhatian dunia. Dengan kekayaan negara yang begitu menggiurkan baik dari aspek sumber daya alam maupun posisi geografis, geostrategis dan geopolitis.

Indonesia menjadi sebuah potensi besar sekaligus ancaman bagi tata pergaulan internasional, terutama bagi kepentingan negara adidaya. Suasana perang dingin yang berlangsung, memaksa Indonesia ditempatkan menjadi faktor penting yang harus terus menjadi bagian penting dari politik intervensi dan konspirasi global.

BACA JUGA :  Jokowi dan Luhut, Dua Sejoli Maut

Dengan kata lain, meskipun telah menjadi negara merdeka dan berdaulat, negara maritim dan kepulauan itu tak bisa lepas dari rekayasa dan politik subversif tingkat dunia.

Hasilnya kemudian, negara kesejahteraan itu tak pernah berhasil diadakan. Indonesia yang berdaulat dalam bidang politik, kemandirian dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan hanya menjadi pepesan kosong.

Setelah sekian lama, amanat para pendiri bangsa itu berangsur-angsur dihadapi rakyat dengan sikap skeptis dan apriori, malah telah dianggap utophi. Alih-alih berhasil membangun karakter nasional bangsa.

Justru faktanya, komitmen nasionalisme yang telah diikat dalam bingkai Pancasila, UUD 1945 dan NKRI, malah melahirkan dan membesarkan negara yang pada akhirnya hanya menjadi bangsa kuli di atas kuli.

Sebuah negara yang rakyatnya telah hidup dalam atmosfer penjajahan manusia atas manusia dan penjajahan bangsa atas bangsa. Sementara rakyat terus mengalami pembelahan sosial, konflik horisontal dan vertikal menganga siap memuntahkan degradasi dan disintegrasi bangsa.

Lebih miris lagi, para pejabat tidak lagi menampilkan laku amanah dalam kepemimpinan nasional, yang teejadi sebaliknya marak dan bangga dengan tabiat penghianatan dan kejahatan negara.

BACA JUGA :  Tari Telanjang Badut Politik

Indonesia tengah memasuki situasi dan kondisi terancam nenjadi negara gagal, karena pemerintahan yang ambigu, tak punya visi dan tanpa integitas. Kehidupan rakyat, negara dan bangsa larut dalam perilaku kontradiksi dan ambivalensi.

Seketika bangunan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI yang telah menjadi falsafah, pondasi dan panduan bernegara negara sebagai konsensus nasionsal nyaris tak terpakai, kalau tak mau disebut mengalami disfungsi.

Negara yang kultur dan natunya, tumbuh dan sarat asupan spritualitas dan keagamaan, terus mengalami distorsi sekulerisasi dan liberalisasi. Tidak sedikit kearifan lokal yang menjadi rahim kebudayaan nasional terus tergerus arus modernitas.

Apa yang dulu menjadi warisan nenek moyang sebagai nilai-nilai, kini telah tergantikan oleh ambisi mengejar materi. Negara bangsa ini, kini dirasuki tradisi memburu harta dan jabatan. Kesurupan berjamaah, menanggalkan keberadaban dan meninggalkan Ketuhanan.

Bunuh Diri Massal Sebuah Bangsa