WAWAINEWS – Perlahan tapi pasti, media sosial terus mencairkan kebekuan demokrasi formal.
Poseidon demokrasi yang hanya melahirkan pemimpin korup dan tiran, sedikit demi sedikit berhasil ditelanjangi dan diarak massal.
Media sosial pada akhirnya menjadi etalase publik yang memajang distorsi penyelenggaraan negara.
Seiring era keberlimpahan informasi, perkembangan teknologi komunikasi terasa kian massal, efisien dan efektif dimanfaatkan publik.
Tak hanya menyentuh dimensi sosial, interaksi udara menunggang kehebatan dan kecanggihan satelit itu, leluasa menyasar dinamika peradabapan manusia secara lebih komprehensif.
Persoalan budaya, politik, ekonomi, hukum, keamanan dsb, menjadi langganan tetap dan menu keseharian dari membuncahnya tema-tema media sosial.
Menariknya, tak hanya menampilkan aspek kuantitatif dan kualiatif, konten media sosial juga dipenuhi keberagaman berita.
Tentang pergerakan populasi manusia dan persoalan HAM, eksistensi perilaku dan habitat binatang, dinamika alam dan ekosistemnya, serta semua informasi lainnya yang saling bercampur mengisi hingar-bingar ruang lintas sosial tersebut. Alhasil, pelbagai isu dan intrik sesak menyeruak atas nama kebebasan berpendapat dan menikmati suguhan demokrasi.