Oleh: Abdul Rohman Sukardi
WAWAINEWS.ID – Maret, selalu melambungkan memori bangsa ini kepada tahun 1966. Pada saat Mayjen Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret dari Presiden Soekarno.
“Supersemar” pada 58 tahun lalu. Keberadannya menjadi polemik berkepanjangan. Hingga para pelakunya telah lama wafat. Bahkan jauh setelah kekuasaan orde baru berakhir.
Sejumlah pihak meragukan Supersemar. “Jika otentik, dimana dokumen aslinya”. Pertanyaan itu selalu dicuatkan setiap tahun.
“Supersemar itu buah penodongan.” “Alat justifikasi untuk mendongkel kekuasaan Presiden Soekarno.” “Pelakunya Jenderal Soeharto.”
Tudingan-tudingan seperti ini terus bergulir hingga jauh pada masa reformasi. Bahkan diglorifikasi pula bahwa Jenderal Soeharto memperlakukan Presiden Soekarno secara tidak manusiawi.
Kebenaran selalu menemukan jalannya sendiri. Begitulah pandangan bijak bestari mengatakan.
Beragam narasi menyudutkan Jenderal Soeharto itu memperoleh imbangan. Manakala potongan video pidato kenegaraan Presiden Soekarno pada Agustus tahun 1966 beredar luas. Beredar kembali kepada khalayak pada dekade kedua abad 21.
Melalui pidato itu tampak jelas Presiden Soekarno menyebut eksistensi Supersemar. Memerinci isi tugas Supersemar. Menyatakan bahwa memang ada pihak-pihak yang bersorak gembira.
Dianggapnya Supersemar itu instrumen penyerahan kekuasaan. Padahal faktanya tidak.
Bahkan Presiden Soekarno menyampaikan terima kasih kepada Jenderal Soeharto. Karena telah melaksanakan Supersemar dengan baik.
Pidato kenegaraan itu dengan sendirinya membebaskan Jenderal Soeharto dari beragam tudingan buruk. Pidato itu menegaskan Supersemar memang ada. Bukan Ilusi.
Kegaduhan memang muncul sehari setelah Suppersemar. Manakala Jenderal Soeharto menggunakan surat itu, atas nama Presiden Soekarno. Untuk membubarkan PKI beserta underbow-nya.