Nasional

Soal Proses Etik Nurul Ghufron, Ini Catatan Puskod untuk Dewas KPK

×

Soal Proses Etik Nurul Ghufron, Ini Catatan Puskod untuk Dewas KPK

Sebarkan artikel ini
Dian Ferricha Direktur Pusat Studi Konstitusi dan Otonomi Daerah (Puskod) Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
Dian Ferricha Direktur Pusat Studi Konstitusi dan Otonomi Daerah (Puskod) Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung - foto doc ist

JAKARTA — Upaya Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) yang bakal menggelar sidang etik terhadap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada Kamis (2/5) menuai polemik.

Dian Ferricha menegaskan, wajib ada ukuran standar norma yang jelas terhadap standar kode etik pada penyalahgunaan wewenang atau jabatan (abuse of power) untuk kepentingan pribadi.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Hal tersebut terkait dugaan yang ditujukan terhadap Ghufron atas anggapan melakukan penyalahgunaan pengaruh sebagai insan KPK dalam mutasi seorang pegawai Kementerian Pertanian.

Direktur Pusat Studi Konstitusi dan Otonomi Daerah (Puskod) Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung itu mengatakan, kalau urusannya masalah hubungan kemanusiaan sebagaimana fitrah manusia yang tidak ada hubungan dengan penyalahgunaan wewenang.

BACA JUGA :  Desakan Pencabutan RUU HIP Terus Bergulir

“Seperti halnya mengingatkan permohonan mutasi pegawai dengan alasan ingin bekerja dekat keluarga itu bisa dimaknai sebagai sense of human. Tidak ada maksud dan klausul unsur pelanggaran etik didalamnya,” ujarnya kepada wawainews, Senin, 29 April 2024.

Dengan begitu, lanjut perempuan yang akrab disapa Icha, sehingga bisa lebih memetakan dan memperjelas batasan antara pelanggaran etik dalam koridor kelayakan, kepantasan, yang berbeda dengan pelanggaran hukum.

Icha menjelaskan, yang namanya pelanggaran hukum itu berada dalam koridor perbuatan melawan hukum, bertentangan dengan aturan/undang-undang hingga berdampak pada kerugian negara.

Dia mencontohkan seperti melakukan suap, gratifikasi yang ini juga beririsan pelanggaran hukum dan pelanggaran etik berat.

Icha menegaskan, harus diketahui bahwa pelanggaran etik berorientasi pada pembinaan dan pencegahan dari pelanggaran dengan tujuan untuk meningkatkan nilai dan jiwa corsa.

“Berbeda dengan pelanggaran hukum yang berorientasi pada punishment, dampak dan kerugian yang diderita,” bebernya.

BACA JUGA :  Berkas Sambo Cs Dilimpahkan, Kejagung Minta KPK Ikut Mengawasi

Menurut hemat Icha, dapat dikatakan nantinya arah dan tujuan dari Perdewas akan lebih jelas karena norma maupun tugas Dewan Pengawas dalam mengawasi tugas dan wewenang KPK lebih berorientasi pada pembinaan.

“Sehingga tidak melampaui wewenang dalam melakukan pemeriksaan pendalaman alat bukti seperti  penyidik. Jadi ada batasan yang jelas, mana pelanggaran etik dan mana pelanggaran hukum,” demikian Icha.***