BEKASI – Pungutan kepada peserta didik di SMAN 12 Kota Bekasi mendapat perhatian dari Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) dengan meminta sekolah lebih cermat dalam melakukan pungutan uang gedung masuk kategori Pungli alias pungutan liar.
“Gedung sekolah itu menjadi tanggung jawab pemerintah, bukan peserta didik. Ini harus dipahami antara sumbangan dan iuran, terkait persoalan tarikan uang gedung di SMAN 12, KCD Pendidikan Wilayah III jangan Bungkam dong,”tegas Iwan Herman Ketua Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) kepada Wawai News, Kamis 20 Juni 2024.
Lagian tambah Iwan, sesuai peraturan untuk dunia pendidikan di Jabar, ketentuannya itu tidak ada lagi namanya iuran, tapi diganti dengan sumbangan. Jika pungutan Rp7 juta di SMAN 12 Kota Bekasi dipungut kepada seluruh peserta didik dengan nominal sama, maka itu jelas kategori pungutan liar.
Namun demikian jelasnya, pungutan uang gedung itu masih dalam perdebatan karena ada peraturan pemerintah nomor 48 tahun 2008, tentang pendanaan pendidikan menengah, dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa pendanaan pendidikan bersumber dari APBN, APBD dan Pungutan dari peserta didik.
Dalam peraturan itu, tegas Iwan, juga dijelaskan investasi gedung merupakan tanggungjawab pemerintah. Untuk biaya operasi bulanan itu tanggungjawab bersama orang tua dan pemerintah daerah dan itu regulasinya jelas.
“Tetapi untuk biaya operasional SPP itu diganti oleh Pemprov Jabar, sehingga orang tua tak dibebankan lagi untuk biaya operasi atau SPP bulanan. Jika ada yang memungut itu namanya pungutan liar,” tegas Iwan lagi.
Pasalnya jelas dalam Pergub nomor 165 tahun 2021 tentang BOPD disebutkan dalam pasal akhir, bahwa masyarakat yang mampu diberikan kesempatan memberikan kontribusi kepada sekolah.
Artinya, jelas Iwan, iuran di sekolah itu dilarang oleh gubernur, keputusan Gubernur Ridwan Kamil menegaskan bahwa sekolah bebas iuran itu keputusannya. Sehingga Pemprov Jabar sesuai mekanisme mengganti Rp145 ribu/bulan untuk satu siswa di Jabar.
Kembali ditegaskannya, bahwa aturan itu untuk masyarakat yang mampu maka dibolehkan memberi kontribusi dalam bentuk sumbangan.
“Nah, kalo dulu iuran sekarang sumbangan, bedanya kalo iuran itu besarannya ditentukan, kedua waktu pembayaran ditentukan dan ada sanksi bagi peserta didik jika tak membayar. itu sanksi jika itu bentuknya iuran,” papar Iwan.
Berbeda dengan sumbangan, besarannya tanpa batas, tapi bayaranya kapan saja, dan tidak boleh ada sanksi. Sumbangan itu biasanya berlaku bagi peserta didik baru dan ada sumbangan bulanan. Jadi tidak boleh pungutan tapi sumbangan.
“Di lapangan yang terjadi saat ini di Jabar, ceritanya sumbangan, tapi berbau pungutan, untuk kasus pungutan SMA/SMK di Bekasi jika sudah ditentukan besaranya, kapan bayarnya maka itu bisa masuk kategori pungutan,”ucap Iwan.
Namun imbuh dia, meskipun dibolehkan menarik sumbangan tentu ada syaratnya, yakni surat pernyataan dari orang tua.***