Opini

Transisi dan Celah Lemah Oposisi

×

Transisi dan Celah Lemah Oposisi

Sebarkan artikel ini
Presiden Joko Widodo santap siang bersama tiga calon presiden yang akan berpartisipasi pada pemilihan presiden 2024, yaitu Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin, 30 Oktober 2023. Foto: BPMI Setpres
Presiden Joko Widodo santap siang bersama tiga calon presiden yang akan berpartisipasi pada pemilihan presiden 2024, yaitu Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin, 30 Oktober 2023. Foto: BPMI Setpres

Oleh: Abdul Rohman Sukardi

WAWAINEWS.ID – Transisi rezim Jokowi – Prabowo diwarnai pergeseran-pergesaran gelombang aksi. Baik secara isu maupun target-target gerakan.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Mudah ditebak: targetnya “atur posisi politik”. Bukan gerakan perubahan.

Belum lama berselang hari-hari kita disajikan protes “Mahkamah Keluarga”. Berlanjut pada isu Angket DPR. Target ambisiusnya: menganulir keterpilihan Prabowo-Gibran.

DPR dihadap-hadakan dengan presiden maupun capres-cawapres terpilih.

Gerakan ini tidak bisa menghentikan MK memutus “tidak ada kecacatan” pemilu 2024.

Prabowo Gibran sah terpilih sebagai presiden-wakil presiden 2024-2029.

Isu angket DPR menguap tanpa ada kejelasan. Tidak ada cacat konstitusional terpilihnya Prabowo-Gibran.

Pendulum bergeser pertengkaran pilkada. Kemarahan publik dihadapkan pada pragmatisme parpol. Agar parpol memberi tiket figur-figur tertentu menjadi cakada.

Realitasnya kubu pemenang pilpres sangat digdaya. Tampak akan menyapu hampir semua wilayah untuk dimenangkan. Menyisakan sedikit saja untuk oposisi.

BACA JUGA :  Berbeda, Direktur YLBH Garuda Patimura Sebut Masa Jabatan Gubernur Arinal Tetap Berakhir Akhir Tahun Ini

Puncak pertengkaran pada fase ini: publik dihadapkan untuk menekan DPR. Agar tidak membatalkan putusan MK. Ketika ambang batas pencalonan cakada dibuat lebih ringan oleh putusan MK.

Gelombang demonstrasi mahasiswa mengepung gedung DPR. Gerakan mahasiswa menemukan momentum meneriakkan kembali idealismenya.

DPR mengikuti keinginan pengunjuk rasa. Putusan MK tidak dianulir dengan membuat aturan baru.

Keberhasilan oposisi ini tetap tidak bisa menganulir potensi kemenangan besar kubu pemenang pilpres pada pilkada 2024.

Pendulum oposisi kemudian bergeser lagi. Skenarionya menghadapkan-hadapkan Prabowo dengan Jokowi. Mulai dengan menghidupkan kasus-kasus lama.

Seperti isu “mahkamah keluarga”, skenario perpanjangan jabatan atau penambahan periode jabatan presiden. Terakhir mencuat kasus jet pribadi hingga akun fufu fafa.

Keseluruhan pergeseran pendulum-pendulum gerakan itu belum bisa memperlemah capres dan cawapres terpilih. Begitu pula relasi antara Prabowo-Jokowi. Tidak terusik oleh gerakan-gerakan itu.

Prabowo tetap fokus menyiapkan landasan bagi jalannya pemerintahannya kelak. Muhibbah luar negeri: memasuki potensi-potensi penyelesaian perdamaian internasional.

BACA JUGA :  Pakar Sebut Potensial MK Putuskan Usia Capres -Cawapres dengan Tambah Syarat Khusus

Menembus isu-isu keamanan global maupun regional. Tentu di dalamnya terdapat misi bagi kemajuan Indonesia.

Di dalam negeri, ia siapkan team transisi. Melalui proses reshufle kabinet. Untuk tidak menjadikan kabinetnya nanti transisi terlalu lama. Ketika menerima peralihan kepemimpinan dari Presiden Jokowi.

Pergeseran-pergeseran isu dan gerakan opisisi menarik untuk dicermati. Hingga tahap ini, tampak hanya “atur posisi politik belaka”.

Pada awalnya mengusung isu “delegitimasi” capres dan cawapres terpilih. Bergeser menjadi perlawanan terhadap parpol dan isu threshold pilkada.

Terakhir: memecah koalisi Prabowo-Jokowi.

Belum ada magnet isu utama. Isu strategis yang bisa menjadi tumpuan keresahan bersama masyarakat.

Aksi oposisi nyaris tidak menyentuh sedikitpun soal percepatan RUU perampasan aset koruptor.

Misalnya demonstrasi besar-besaran mendesak DPR segera mengesahkan RUU yang sudah lama mengendap itu.

Bahkan statemen DPR untuk melanjutkan pembahasan RUU pada periode berikutnya, tidak ada perlawanan memadai.

BACA JUGA :  Catatan Yusuf Blegur Terkait Kontestasi Capres Pemilu 2024 : Sandiwara Dinasti?

Tidak pula terlihat gerakan memperjuangkan UU Anti Dinasti. Pembatasan masa jabatan dua periode pada semua jenjang jabatan politik. Maupun pengaturan kontestasi bagi berdekatan kerabat.

Isu lain tidak kalah penting adalah “sistem pembangunan bertahap berkelanjutan”. Melalui hidupnya kembali fungsi MPR merumuskan GBHN.

Ketiga agenda itu sangat lebih penting. Bisa menyatukan keresahan segenap rakyat. Jika dilakukan perlawanan bergelombang dan terus menerus. Dukungan rakyat akan muncul.

Pragmatisme gerakan oposisi itu menjadi celah kelemahan. Gerakan korektif cepat meleleh. Menimbulkan komplikasi antar sesama elemen oposisi ketika berbeda kepentingan.

Kekuatan penyangga oposisi berguguran satu persatu. Mencari agenda baru yang lebih realistis.

Kelemahan itu pula menjadikan Prabowo-Gibran masih akan sangat kuat. Akan bertambah kuat ketika sekenario pemenangan pilkada bener-bener terwujud.

Oposisi pragmatis akan sangat lemah daya korektifnya.

ARS (rohmanfth@gmail.com), Jaksel, 20-09-2024