Opini

Pencabutan Tap MPR: Jadi Bingkai Rekonsiliasi Nasional?

×

Pencabutan Tap MPR: Jadi Bingkai Rekonsiliasi Nasional?

Sebarkan artikel ini
Abdul Rohman Sukardi
Abdul Rohman Sukardi

Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi

WAWAINEWS.ID – Isu pencabutan tap MPR “kontroversial” mewarnai transisi rezim Jokowi-Prabowo. Di tengah dinamika politik: masa depan kabinet dan kontestasi pilkada. MPR ternyata “masih hidup”. Masih memiliki peran. “Mencabut” tap-tap MPR kontroversial itu.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Pertama, Tap MPR No XXXIII/MPRS/1967 Tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno. Kedua, Tap MPR Ketetapan MPR No. II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia K.H. Abdurrahman Wahid.

Ketiga, Tap MPR No XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Pasal 4 Tap MPR No XI ini menyebut secara tegas pemberantasan KKN termasuk kepada Persiden Soeharto.

Benarkah ada pencabutan tap MPR itu. Ataukah framming belaka?.

Amandemen UUD 1945 mengubah fungsi MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara. Ia tidak lagi memiliki fungsi regeling (pengaturan). Seperti menetapkan Haluan Negara. Melainkan hanya fungsi beschikking (keputusan administratif).

Pasca amandemen UUD 1945, UU 10/2004 tidak memasukkan Tap MPR dalam hirarki perundang-undangan. Ketentuan itu direvisi UU 12/2011. Tap MPR dimasukkan dalam hirarki perundang-undangan.

Berada di bawah UUD 1945. Di atas UU. Jadi kewenangan berlakunya Tap MPR itu diberikan oleh UU 12/2011.

BACA JUGA :  Gibran Bicara Indonesia Emas 2045, Takutnya Menjadi Besi Tua

Pengaturan UU 12/2011 itu dirinci melalui penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf b UU 12/2011:
Yang dimaksud dengan “Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat” adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003.

Keseluruhan Tap MPRS dan Ketetapan MPR yang ditinjau (berdasar Tap MPR No: I/MPR/2003) berjumlah 139. Terdiri 6 kategori. Kategori I: TAP MPRS/TAP MPR yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (8 Ketetapan). Kategori II: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan (3 Ketetapan).

Kategori III: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Pemerintahan Hasil Pemilu 2004 (8 Ketetapan). Kategori IV: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Undang-Undang (11 Ketetapan).

Kategori V: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan masih berlaku sampai dengan ditetapkannya Peraturan Tata Tertib Baru oleh MPR Hasil Pemilu 2004 (5 Ketetapan). Kategori VI: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat final (einmalig), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan (104 Ketetapan)

BACA JUGA :  Apa Kabar Pemekaran Lampung Tenggara?

Tap MPR No XXXIII/MPRS/1967 Tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno dan Tap MPR Ketetapan MPR No. II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia K.H. Abdurrahman Wahid masuk kategori ke VI. Maknanya lebih tepat bukan dicabut. Melainkan telah selesai dilaksanakan.

Ketentuan hukum kedua tap MPR itu telah berlaku dan dilaksanakan.

Pasal 4 Tap MPR No XXXIII/MPRS/1967 menyatakan MPRS mengangkat Jenderal Soeharto sebagai pejabat presiden. Pasal itu sudah terjadi dan dilaksanakan. Pasal 6 menyatakan bahwa persoalan hukum Presiden Soekarno diserahkan kepada pejabat presiden.

Hingga berhenti dari jabatan dan bahkan wafat, Persiden Soeharto tidak pernah mengajukan kasus hukum Presiden Soekarno.

Pasal 2 Tap MPR No. II/MPR/2001 menyatakan Memberhentikan K.H. Abdurrahman Wahid sebagai Presiden Republik Indonesia. Ia digantikan Megawati Soekarnoputri di tengah periode jabatan.

Fakta itu tidak bisa dihapus oleh pencabutan dasar hukum terjadinya peristiwa tersebut pada rentang waktu jauh di kemudian hari. Pencabutan kedua Tap MPR itu tidak bisa mengembalikan kedudukan presiden Soekarno dan Presiden Gus Dur sebagai presiden. Faktanya ia telah diberhentikan dan digantikan.

Sedangkan Tap MPR No XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme masuk kategori IV. Dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Undang-Undang.

BACA JUGA :  Giliran GP Ansor Kota Bekasi Soroti Proyek PSEL : Jangan Jadi Ajang Kolusi dan Korupsi

Pasal 4 Tap MPR No XI/MPR/1998 menyatakan:

“Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglemerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak azasi manusia.”.

Rumusan pasal 4 Tap MPR No XI/MPR/1998 terkait dengan Presiden Soeharto ini tidak menyatakan presiden Soeharto bersalah secara politik.

Ketentuan pasal itu sama prinsipnya dalam sistem penegakan hukum universal. Setiap orang memiliki kedudukan yang sama dalam hukum. Proses hukum terhadap setiap orang harus memperhatikan praduga tak bersalah.

Glorifikasi “pencabutan” ketiga TAP MPR itu bisa kita duga sebagai framming rekonsiliasi nasional. Ketiga Tap MPR itu selama ini dijadikan alat pendiskreditan antar rezim. Akibatnya capaian-capaian positif masing-masing rezim ikut terdekonstruksi.

Bangsa ini melupakan memori keberhasilannya. Tertutup oleh citra negatif kepemipinan rezim itu.

Penggunaan narasi “pencabutan” atas tiga Tap MPR itu sebenarnya melenceng dari realitas. Baik secara kewenangan maupun muatan materi ketiga Tap MPR itu. Kecuali kewenangan regeling MPR dihidupkan kembali.

Jika langkah MPR itu bermakna rekonsiliasi?. Mampukah melakukannya. Pada penghujung pengabdiannya?. Kita tunggu saja.

ARS (rohmanfth@gmail.com): Jaksel, 27-09-2024