BEKASI – Kasus pencabulan santriwati yang menghebohkan di Karangbahagia, Kabupaten Bekasi belakangan diketahui jika Pondok Pesantren (Ponpes) tersebut tak memiliki izin.
Hal itu sebagaimana diungkapkan Kementerian Agama setempat.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pesantren Kemenag Basnang Said, membenarkan bahwa Ponpes yang saat ini terlibat kasus pencabulan santriwati tidak berizin.
“Itu berdasarkan laporan dari tim setelah ke lokasi. Informasi didapatkan bahwa Lembaga tersebut bukan lembaga pesantren, peserta belajarnya adalah peserta belajar keluar masuk,”paparnya pada Sabtu (28/9/2024).
Dikatakan bahwa sesuai data Emis diketahui lembaga tersebut belum terdaftar atau belum punya Tanda Daftar Pesantren berupa Nomor Statistik Pesantren (NSP) yang ditandai dengan Piagam Statistik Pesantren (PSP) terkait Pendirian dan Penyelenggaraan Pesantren.
Said memastikan bahwa Al Qonaah di Karangbahagia tersebut bukan Pondok Pesantren. Anak yang belajar di sana pun tak bisa disebut santri.
“Oleh karena bukan lembaga Pesantren sebagaimana di UU No 18/2019 maka lembaga tersebut bukan pesantren dan anak anak yang belajar di dalamnya tidak dapat digolongkan sebagai santri,” ucapnya.
Karena bukan resmi terdaftar, maka Kemenag tak bisa mengevaluasi lokasi belajar tempat pencabulan itu. Dia mengimbau agar orang tua mengecek sungguh-sungguh izin sebuah pesantren.
“Itu bukan pesantren, jika berhak untuk mengevaluasi,”ucapnya menyebut Kemenag selalu melakukan edukasi kepada masyarakat agar masyarakat selektif dan jeli melihat pesantren.
Ia pun mengimbau masyarakat hendaknya sebelum membawa putra putrinya ke lembaga pendidikan untuk lebih awal mengecek apakah punya izin atau tidak.
Sebelumnya Kapolres Metro Bekasi Kombes Twedy Aditya Bennyahdi menyebut kedua pelaku dugaan pencabulan di Karangbahagia adalah pria inisial A alias Aki Udin dan MHS. Kedua pelaku telah ditangkap.
Disebutkan A merupakan pemilik ponpes dan MHS adalah anak A yang juga guru di ponpes tersebut.
“Saat ini kedua pelaku diamankan dan ditangkap oleh Satuan Reskrim Polres Metro Bekasi,” kata Twedy kepada wartawan.
Penangkapan kedua pelaku berdasarkan laporan dari orang tua korban. Menurutnya, ada tiga korban pencabulan oleh A dan MHS, yang dilakukan pada Februari, Maret, dan Agustus 2020.
“Setelah dilakukan penerimaan laporan, dilanjutkan dilakukan visum et repertum di RSUD Bekasi terhadap korban. Setelah dilakukan penyelidikan dan penyidikan, pihak kepolisian dibantu tokoh setempat melakukan penangkapan kepada kedua pelaku agar terhindar dari amukan warga dan keluarga korban,”ucapnya.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indardi mengatakan aktivitas dihentikan lantaran banyak korban yang belum berani melapor. Ia menilai para korban merasa malu dan takut.
Saat ini, aktivitas di pesantren tersebut terhenti total, dengan banyak korban yang belum berani melaporkan peristiwa ini karena merasa takut dan malu.
Dia mengatakan kasus ini menjadi perhatian mengingat peran penting ponpes sebagai institusi pendidikan agama. Kasus tersebut kini sedang dalam penyelidikan lebih lanjut.
“Penyelidikan lebih lanjut akan dilakukan oleh Polres Metro Bekasi,” jelasnya.***