LAMPUNG TIMUR – Beberapa hari lalu ratusan hektar lahan garapan masyarakat di Desa Wana, ditinjau oleh kepolisian dan pihak ATR/BPN Lampung Timur.
Peninjauan itu terkait aduan masyarakat yang tergabung dalam Serikat Petani Lampung atas dugaan adanya praktik mafia tanah ditanah seluas 400 hektare lebih di desa Wana
Peninjauan oleh Subdit 2 Unit Harda Polda Lampung dilakukan pasca proses pemeriksaan terkait pengaduan masyarakat yang disampaikan pada Oktober tahun lalu.
Untuk diketahui jika, masyarakat penggarap sebelumnya telah menerima surat pemberitahuan dari ATR/BPN Lampung Timur tentang pemblokiran terhadap 182 SHM yang terbit diatas lahan masyarakat.
Warga di advokasi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung, mengawal proses pengaduan dugaan adanya mafia tanah yang mengancam ruang lingkup mereka.
Kepala divisi (Kadiv) advokasi LBH Bandar Lampung Prabowo Pamungkas mengatakan, Masyarakat yang tergabung dalam Serikat Petani Lampung, ikut mengawal proses peninjauan lahan bersama Polda Lampung dan BPN Kabupaten Lampung Timur.
Masyarakat berharap pada prinsipnya Polda lampung harusnya memprioritaskan penyelesaian kasus mafia tanah ini dengan asas kebepihakan kepada kepentingan rakyat, bukan penyelesaian yang sifatnya seremonial saja.
“Menteri ATR/BPN bilang gebuk mafia tanah, kami masyarakat bertanya mafia mana yang di gebuk? Dan Kepentingan rakyat mana yang diselamatkan? Karena berbicara agraria, bagi kami kata kuncinya adalah keselamatan rakyat, bukan segelintir elit,” ujar Bowo, Kamis Januari saat mendampingi warga Sripendowo di Lampung Timur.
Sekarang adalah momentum bagi negara untuk membuktikan komitmennya terhadap pemberantasan mafia tanah. Sehingga negara tidak lagi kehilangan kepercayaan oleh masyarakat.
Kronologi Pengaduan Masyarakat
Pengaduan ini bermula atas adanya dugaan mafia tanah diatas lahan garapan masyarakat Desa Sripendowo dan 8 desa lainnya di Kec. Bandar Sribhawono yang berada di wilayah Desa Wana.
Dugaan mafia tanah diperkuat adanya SHM yang terbit tanpa sepengetahuan masyarakat penggarap. SHM yang terbit diperparah bukan atas nama dari petani penggarap yang telah menggarap lahan tersebut sejak puluhan tahun silam.
Atas hal tersebutlah petani penggarap yang tergabung dalam Serikat Petani Lampung (SPL Lampung Timur) melakukan pengaduan dan menggruduk Polda Lampung atas adanya dugaan mafia tanah pada 29 Mei 2024 lalu.
Karena berjalan lama, Serikat Petani Lampung kembali datangi POLDA Lampung untuk menanyakan perkembangan kasus pada oktober 2024.
Tak hanya itu bersama dengan LBH Bandar Lampung dan Walhi Lampung juga melakukan pengaduan dengan menggruduk Kementrian ATR BPN di jakarta pada 6 Mei 2024 lalu.***