KOTA BEKASI — Deretan kursi dipenuhi wajah-wajah yang tak sekadar datang menonton film. Mereka hadir membawa nurani, kepedulian, dan suara diam yang menggema lebih nyaring dari dentuman senjata dalam pemutaran film GAZA (HAYYA 3) di CGV Lagoon Avenue, Rabu malam (12/6),.
Lagoon malam tadi, menjelma menjadi momen spiritual, kemanusiaan, sekaligus pernyataan sikap terhadap krisis yang membakar tanah Gaza.
Wakil Wali Kota Bekasi, Abdul Harris Bobihoe, tampak berdiri di barisan terdepan. Bukan hanya sebagai pejabat publik, tetapi sebagai seorang ayah, warga negara, dan manusia yang hatinya terusik oleh luka Palestina.
Dengan tatapan penuh makna, ia menyampaikan bahwa kepedulian terhadap Palestina tidak harus selalu diwujudkan dengan mengangkat senjata atau terjun langsung ke medan perang.
“Lewat seni, kita bisa mengetuk nurani. Film ini bukan sekadar tontonan, tapi panggilan hati,” ujar Abdul Harris.
GAZA (HAYYA 3) bukan film biasa. Ini adalah doa dalam bentuk visual. Air mata yang mengalir dari penonton bukan karena akting atau skenario, tetapi karena rasa empati yang menyatu dengan setiap adegan.
Film ini adalah bagian ketiga dari trilogi Hayya, yang secara konsisten menyorot penderitaan rakyat Palestina dengan pendekatan kemanusiaan dan spiritual, mengaduk rasa dengan kisah nyata yang terlalu getir untuk dibungkam.
Di tengah keterbatasan diplomasi dan politik global yang kerap tak berpihak, layar lebar menjadi media yang ampuh.
Ia menembus batas negara, membungkam apatisme, dan menyatukan hati rakyat Indonesia—khususnya warga Kota Bekasi dalam satu semangat: kemanusiaan tidak boleh dibungkam.
Abdul Harris menyebut pemutaran film ini sebagai momentum pemersatu bangsa.
Di tengah dunia yang terus terbelah oleh perbedaan, hadirnya tokoh-tokoh publik, masyarakat sipil, dan generasi muda dalam satu ruang adalah bukti bahwa hati nurani masih hidup.
Solidaritas bukan lagi slogan kosong, melainkan tindakan nyata.
“Partisipasi para pimpinan negeri dan daerah mempertegas peran kita dalam menciptakan dunia yang bebas dari segala bentuk penjajahan,” tegasnya.
Tak hanya hadir dan menyampaikan pesan, Abdul Harris juga menyerahkan donasi pribadinya untuk disalurkan kepada saudara-saudara di Palestina melalui lembaga kemanusiaan seperti MER-C dan Aqsa Working Group (AWG).
Sebagian hasil penjualan tiket GAZA (HAYYA 3) juga akan dikonversi menjadi bantuan langsung ke Gaza membuktikan bahwa setiap penonton punya andil dalam perjuangan ini.
Ketika peluru dan ledakan merenggut nyawa tak bersalah di Gaza, di sini, di Bekasi, nurani masyarakat Indonesia memilih untuk tidak diam. Menonton film menjadi aksi nyata.
Donasi menjadi pelukan jarak jauh. Dan kehadiran tokoh publik seperti Abdul Harris menjadi sinyal bahwa negeri ini masih memihak pada kebenaran.
Di akhir malam itu, para penonton keluar dari bioskop dengan perasaan campur aduk.
Namun satu hal pasti mereka pulang membawa semangat baru. Bahwa dalam dunia yang terus diwarnai ketidakadilan, kepedulian sekecil apa pun adalah bentuk perlawanan yang paling manusiawi.
“Karena dalam setiap jiwa yang tersentuh, ada harapan yang menyala. Dan di situlah perjuangan dimulai.”***