KOTA BEKASI – Gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Chasbullah Abdul Madjid Kota Bekasi tampak memprihatinkan. Bukan karena kekurangan pasien, melainkan karena dindingnya yang mulai bercerita lewat retakan-retakan lebar yang tampaknya lebih jujur dari laporan keuangan tahunan.
“Salah satu gedung yang berada di dekat Pasar Proyek, tepatnya di seberang Gedung E, mengalami kerusakan yang cukup memprihatinkan,” ungkap Herman Sugianto, Ketua LSM Forkorindo kepada Wawai News, Kamis, 26 Juni 2025.
Tak sekadar retak kecil. Kerusakan ini cukup serius untuk memantik tanya, ke mana sebenarnya larinya dana pemeliharaan gedung yang konon menyentuh angka miliaran rupiah setiap tahunnya?
“Entah ke mana dibawa dana pemeliharaan itu. Gedung retak dibiarkan begitu saja, atau memang tidak terpantau, atau sengaja dibiarkan agar anggaran renovasi tahun depan lebih ‘menggoda’?” sindir Herman dengan nada getir.
Kondisi ini memantik spekulasi liar, sekaligus kritik keras. Bagaimana mungkin rumah sakit plat merah yang menjadi rujukan utama masyarakat, justru menyuguhkan infrastruktur yang seperti menunggu waktu untuk ambruk? Apakah ini bagian dari terapi kejut bagi pasien jantung?
Retakan ini bukan sekadar soal estetika. Ini tentang tanggung jawab dan pengawasan. Tentang bagaimana gedung bisa rusak, namun anggaran tetap mengalir lancar seperti infus yang tak tahu sedang menolong pasien atau membiayai kelalaian.
Herman pun menduga, jangan-jangan yang retak bukan hanya gedungnya, tapi juga integritas pengelolaan anggaran. Ironi di tengah megahnya papan nama rumah sakit kebanggaan Kota Bekasi.
Bukan hanya penambalan dinding, tapi juga penambalan lubang-lubang transparansi yang selama ini dibiarkan menganga.
“Karena Gedung RSUD Kota Bekasi yang retak bisa diperbaiki asal niatnya tidak ikut retak pula,”pungkas Herman.***