LAMPUNG TIMUR – Dugaan penyimpangan dalam pendistribusianoleh kios pupuk subsidi kembali mencuat. Kali ini terjadi di Kios Budi Lestari, Desa Jembrana, Kecamatan Waway Karya, Kabupaten Lampung Timur. Kios tersebut diduga terang-terangan menjual pupuk subsidi di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Temuan ini diperoleh berdasarkan investigasi langsung yang dilakukan awak media pada Kamis, 26 Juni 2025. Warga setempat mengeluhkan sulitnya akses terhadap pupuk subsidi yang mestinya mudah didapat, namun justru diborong dalam jumlah besar oleh oknum tertentu.
“Kami ini petani kecil, susah sekali dapat pupuk subsidi. Tapi di kios itu ada yang bisa beli sampai satu ton. Tolong ditertibkan,” keluh salah satu warga yang meminta identitasnya disamarkan.
Dalam kunjungan ke lokasi Kios Pupuk Subsidi, awak media berhasil melakukan konfirmasi langsung kepada Fras, anak dari pemilik Kios Budi Lestari, yang saat itu sedang melayani transaksi pembelian pupuk oleh seorang petani.
Fras secara terbuka mengakui bahwa harga pupuk subsidi Urea dijual seharga Rp130.000 per karung (50 kg), dan NPK Phonska seharga Rp155.000 per karung.
Padahal, berdasarkan regulasi pemerintah, HET pupuk subsidi adalah sebagai berikut:
- Urea subsidi: Rp90.000 per 50 kg (Rp1.800/kg)
- NPK Phonska subsidi: Rp115.000 per 50 kg (Rp2.300/kg)
Artinya, harga jual di Kios Budi Lestari melebihi HET sebesar Rp40.000 untuk Urea dan Rp40.000 untuk Phonska per karung.
Selain pelanggaran harga, ditemukan pula indikasi penyalahgunaan alokasi pupuk subsidi dalam skala besar.
Di lokasi, terlihat sebuah truk warna biru sedang memuat pupuk dalam jumlah besar, yakni sekitar 2,5 ton, yang menurut Fras diperuntukkan bagi tiga orang petani.
“Iya, ini punya petani orang Bali. Dalam satu tahun, satu orang bisa dapat sampai satu ton pupuk subsidi untuk 2 hektare lahan,” ujar Fras.
Pernyataan tersebut memunculkan tanda tanya mengenai proses verifikasi dan distribusi pupuk subsidi yang seharusnya diawasi secara ketat, termasuk syarat administrasi seperti KTP, luas lahan, dan data e-RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok).
Dugaan pelanggaran ini mencakup dua aspek serius:
Penjualan pupuk subsidi di atas HET secara terang-terangan.
Distribusi tidak merata dan kemungkinan adanya praktik penguasaan alokasi oleh pihak tertentu.
Kondisi ini merugikan petani kecil yang sangat membutuhkan pupuk subsidi untuk meningkatkan produktivitas lahan mereka. Sejumlah pihak meminta agar dinas terkait dan aparat penegak hukum turun tangan guna menertibkan praktik tersebut.
“Ini harus ditindak sesuai aturan. Jika dibiarkan, petani yang jujur akan selalu kalah oleh permainan oknum nakal,” tutup warga.
Informasi di lapangan diduga kondisi tersebut tidak hanya terjadi di kios Budi Lestari Desa Jembrana. Bahkan terjadi hampir merata di wilayah Waway Karya, Lampung Timur.***