Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi – 28/06/2025
WAWAINEWS.ID – Film berjudul “Patton” (1970). Disutradarai Franklin J. Schaffner. Dibintangi oleh George C. Scott sebagai Jenderal George S. Patton. Ialah salah satu Jenderal paling terkenal dan kontroversial dalam PD II.
Terdapat satu sequel dalam film itu, pasca pendaratan sekutu di Normandia. Patton berdiri menyaksikan iring-iringan logistik dan mesin perang bergerak ke garis depan. Secara reflektif dan sarkastik ia memberi komentar.
“God help me, I do love it so.” “War is the most magnificent competition in which a human being can indulge.” Ia katakan itu sambil menyeringai angkuh. Sambil berkacak pinggang. (dalam versi naskah panjang, disingkat dalam film: “Perang adalah industri paling menggiurkan…”).
Pernyataan Patton itu dibenarkan secara teoritis maupun historis.
Terdapat teori “Ekonomi Perang” (War Economy). Tokoh utamanya John Maynard Keynes dan William Beveridge.
Keynes berpendapat: pengeluaran pemerintah besar-besaran (seperti perang), dapat mengatasi krisis ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. Pendapat itu dapat kita lacak melalui karyanya The General Theory of Employment, Interest and Money (1936). Perang Dunia II sering dikutip sebagai “bukti empirik” keberhasilan prinsip Keynesian.
William Beveridge, bisa dilacak melalui laporan-laporannya selama Perang Dunia II di Inggris. Ia menyatakan: pengorganisasian ekonomi untuk perang membuka peluang bagi reformasi sosial dan ekonomi besar-besaran.
Ada pula teori Kompleks Militer-Industrial (Military-Industrial Complex). Tokoh utamanya: Dwight D. Eisenhower dan Wright Mills. Eisenhower, Presiden AS ke-34, mempopulerkan istilah ini dalam pidato perpisahannya tahun 1961: “Beware the acquisition of unwarranted influence… by the military-industrial complex”. Sedangkan Wright Mills (Sosiolog Amerika). Lebih awal menulis tentang “The Power Elite” (1956), menggambarkan kolusi antara militer, korporasi, dan elit politik di AS.
Kemudian Teori Konflik dalam Sosiologi dan Politik. Tokohnya: Karl Marx, Ralf Dahrendorf, Lewis Coser. Mark melihat konflik sebagai hasil dari pertentangan kelas. Perang bisa jadi alat bagi kelas penguasa untuk mempertahankan dominasi dan kontrol atas sumber daya. Lewis Coser (The Functions of Social Conflict (1956), menjelaskan bahwa konflik bisa memperkuat integrasi kelompok dan memperjelas batas kekuasaan — sangat relevan dengan dinamika perang.