Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Setelah 27 Tahun Pakai “Kalkulator Zaman Orde” Akhirnya BPS Akan Ganti Metode Hitung Kemiskinan

×

Setelah 27 Tahun Pakai “Kalkulator Zaman Orde” Akhirnya BPS Akan Ganti Metode Hitung Kemiskinan

Sebarkan artikel ini
Gubug Reyot, ukuran 3x5 harus ditempati 7 orang dari keluarga Buang. 12 tahun mereka pasrah karena himpitan ekonomi, Buang hanya bekerja serabutan sebagai kuli angkut Batu.

JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) akhirnya akan menyempurnakan metode penghitungan kemiskinan yang sejak 1998 setia menemani bangsa ini. Metode lama dianggap tak lagi relevan karena saat itu saat orang masih pakai pager, Mi Instan belum ada rasa salted egg, dan kata “healing” masih artinya penyembuhan medis, bukan ngopi di puncak.

Langkah ini diambil karena, pola konsumsi masyarakat sudah berubah. Dulu orang miskin cukup makan nasi, tempe, dan teh manis. Sekarang? Ada juga yang miskin secara rekening, tapi nongkrong di kafe dengan latte art bentuk daun.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai kajian internal untuk menyambut metode baru ini. Targetnya? Siap dipakai paling cepat Maret 2026.

BACA JUGA :  Data BPS, Nilai Ekspor Lampung Alami Penurunan

“Harapannya mudah-mudahan bisa segera diimplementasikan. Tapi ya kami menunggu keputusan. Tim teknis terus bergerak menyempurnakan metode baru,” ujar Ateng dalam konferensi pers di kantor BPS, Jumat (25/7/2025).

Lebih tegas lagi, Direktur Statistik Ketahanan Sosial BPS Nurma Midayanti menyatakan bahwa komoditi yang digunakan dalam penghitungan saat ini sudah out of date.

“Dulu komoditinya masih cocok, sekarang sudah enggak. Kita lagi mengkaji ulang. Kan sekarang banyak generasi Z yang makannya bukan lagi di warteg tapi di kafe. Jadi pola konsumsi berubah,” kata Nurma dengan nada serius tapi menyentil kenyataan pahit.

Metode lama masih menghitung kemiskinan berdasarkan pengeluaran makanan pokok dan barang kebutuhan dasar non-makanan, yang sejak zaman reformasi belum pernah di-upgrade.

BACA JUGA :  Ekspor Lampung Turun 27,03 Persen

Padahal, selera dan harga hidup sudah seperti iOS update terus.

Perubahan metode ini, lanjut Nurma, bukan keputusan sepihak. Ada Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Bappenas, dan entah siapa lagi yang ikut rapat.

“BPS tidak jalan sendiri. Kita disupervisi oleh Bappenas dan DEN. Jadi ini bukan sekadar ganti tabel di Excel,” imbuhnya.

Untuk diketahui, penghitungan kemiskinan Maret 2025 didasarkan pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Februari 2025, melibatkan 345 ribu rumah tangga di seluruh Indonesia.

Garis kemiskinan saat ini:

  • Nasional: Rp 609.160 per kapita per bulan (naik 2,34% dari September 2024)
  • Perkotaan: Rp 629.561
  • Pedesaan: Rp 580.349

Artinya, jika pengeluaran Anda di bawah angka tersebut, secara statistik Anda tergolong miskin. Meski realitanya, ada juga yang pengeluarannya di atas itu tapi tetap merasa miskin… terutama menjelang tanggal tua.

BACA JUGA :  Warga Keluhkan Aksi Pengecoran di SPBU Gunung Sugih Besar Lampung Timur

Menariknya, komponen makanan menyumbang 74,58% dari garis kemiskinan. Sisanya 25,42% untuk kebutuhan non-makanan.

Jadi, masih relevan untuk mengatakan, miskin itu bukan karena tidak punya rumah, tapi karena tidak cukup buat beli makan tiga kali sehari.***