LAMPUNG TIMUR — Warganet dan warga nyata di Lampung Timur sempat dibuat mengernyitkan dahi (dan mengetik status) gara-gara kabar pembebasan seorang tersangka kasus narkoba yang belum genap seminggu ditahan.
Judul-judul di media sosial pun meledak dramatis: “Tersangka Narkoba Bebas, Warga Bingung”. Saking bingungnya, warga nyaris mengira bahwa sabu bisa dipesan sambil take away.
Menanggapi kisruh pemberitaan media dengan judul dramatis “Warga Lampung Timur Bingung, Tersangka Narkoba Bebas Setelah Seminggu Ditahan Polres”, pihak Polres akhirnya turun tangan memberikan klarifikasi.
Pasalnya jika dibiarkan, bisa-bisa masyarakat mulai percaya teori konspirasi bahwa penjara punya sistem drive-thru, masuk hari ini, ambil paket sabu, pulang besok.
Kapolres Lampung Timur AKBP Heti Patmawati, melalui Kasat Res Narkoba AKP Tmor Irawan, sebagaimana dilansir Wawai News menjelaskan kronologi lengkap yang mengungkap bahwa tidak semua yang ditangkap itu berakhir masuk sel, apalagi kalau ternyata lebih cocoknya masuk klinik rehab.
Kronologi: Tiga Ditangkap, Satu Negatif, Dua Positif
Pada malam Rabu, 23 Juli 2025 sekitar pukul 21.00 WIB, tim Satuan Narkoba mengamankan tiga pria inisial MU, MA, dan ST di lokasi berbeda. Barang bukti? Bong dan sabu seberat 0,24 gram sekecil itu, tapi efeknya bisa bikin orang nyasar ke masa depan.
Setelah dites urine, MU dan MA dinyatakan positif mengandung zat narkotika jenis sabu, sementara ST negatif alias lulus sensor. Jadi, ST pun dipulangkan dengan status saksi, bukan pelaku.
Rehabilitasi, Bukan Bebas Murni: Undang-Undang Bicara
Bagian inilah yang bikin netizen gagal paham: keluarga MU dan MA mengajukan permohonan rehabilitasi melalui prosedur hukum yang sah, mengacu pada SEMA Nomor 4 Tahun 2010 tentang penempatan pengguna dan korban penyalahgunaan narkoba ke dalam lembaga rehabilitasi.
Setelah dua kali gelar perkara dan koordinasi dengan BNNK Lampung Timur melalui asesmen terpadu, tim memutuskan bahwa MU dan MA direkomendasikan untuk rehabilitasi rawat jalan. Artinya, bukan bebas merdeka seperti pahlawan, tapi juga bukan narapidana seperti yang dibayangkan netizen dramatis.
Langkah Polres ini disebut sebagai bentuk penerapan pendekatan restoratif justice, yakni solusi hukum yang bertujuan memulihkan, bukan sekadar menghukum.
Apalagi bagi penyalahguna, bukan pengedar, sistem lebih mengutamakan pemulihan. (Walau tetap ada masyarakat yang bilang: “Pemulihan? Pemulihan iman atau ekonomi?”.
Pihak Polres berharap, dengan klarifikasi ini, masyarakat bisa lebih paham bahwa proses hukum tidak seperti cerita sinetron. Ada yang ditahan, ada yang direhabilitasi, dan semuanya ada dasarnya, bukan hasil pencet tombol di meja kasat.
Kasat Res Narkoba pun menutup pernyataan dengan harapan agar masyarakat tidak gegabah dalam menarik kesimpulan hanya berdasarkan potongan informasi viral.
“Semua tindakan kami mengacu pada hukum yang berlaku. Tidak ada pembiaran, tidak ada intervensi. Ini rehabilitasi, bukan lobi-lobi politik,” katanya.
Jadi, sebelum kita sibuk nyinyir di kolom komentar, ada baiknya kita buka juga Undang-Undang, bukan cuma TikTok. Karena ternyata, tidak semua “dibebaskan” itu bebas ada yang “dibebaskan dari jerat kambing hitam”.***