KOTA BEKASI — Lembaga Investigasi Anggaran Publik (LINAP) resmi melayangkan surat permintaan klarifikasi kepada Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bekasi setelah menemukan indikasi ketidaksesuaian laporan pajak dengan transaksi riil di lapangan.
Surat bernomor DPP LINAP/PERMI/84/VII/2025 itu menyoroti lemahnya pengawasan dan penggunaan sistem perekaman pajak elektronik (tapping box) serta potensi manipulasi data oleh Wajib Pajak (WP) hotel, restoran, hiburan, dan parkir yang menyebabkan kerugian daerah hingga miliaran rupiah.
Investigasi LINAP mengungkap kerugian daerah hingga Rp18,8 miliar akibat laporan palsu dan sistem pajak yang lemah.
Dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) tahun anggaran 2023, realisasi pajak daerah Kota Bekasi hanya mencapai 87% dari target Rp2,45 triliun. Hanya dua jenis pajak yang melampaui target yakni Pajak Penerangan Jalan (PPJ) dan BPHTB.
Selebihnya, termasuk Pajak Hotel (69,54%), Pajak Hiburan (67,76%), dan Pajak Air Tanah (33,58%) justru menunjukkan pencapaian yang memprihatinkan.
“Ketimpangan ini mengindikasikan lemahnya sistem pengendalian internal, terutama dalam pengawasan dan pemanfaatan tapping box,” kata Baskoro Ketua Umum LINAP dalam dokumen tersebut.
Dari 500 unit tapping box yang terpasang di perangkat WP, sebanyak 165 unit tercatat dalam kondisi offline. Artinya, potensi pendapatan tidak terpantau secara digital dan bisa dimanipulasi.
LINAP mencatat bahwa dari 19 WP, tercatat Rp1,19 miliar kewajiban pajak tidak dilaporkan sama sekali. Selain itu, 270 WP lainnya menunjukkan selisih antara nilai transaksi real dengan yang dilaporkan senilai Rp14,3 miliar.
Hotel AGB disebut menunggak Pajak Hotel sebesar Rp1,57 miliar dan Pajak Restoran sebesar Rp1,46 miliar selama tahun 2022–2023. Ironisnya, hotel ini bahkan tidak dipasangi tapping box.
Hotel MM juga dilaporkan tidak menggunakan sistem VHP secara optimal dan melaporkan data pajak yang tidak valid. Kegiatan rapat Pemerintah Kota Bekasi yang dilaksanakan di hotel ini pun tidak dilaporkan sebagai pajak restoran senilai Rp137 juta.
Berdasarkan rekapitulasi yang disampaikan LINAP:
- Kekurangan penerimaan pajak yang telah terjadi: Rp3,22 miliar
- Potensi kekurangan pajak yang belum diperiksa: Rp15,61 miliar
- Totalnya mencapai Rp18,8 miliar.
“Jumlah ini sangat signifikan dan harus segera ditindaklanjuti,” tegas Baskoro dalam suratnya.
Pelanggaran Regulasi dan Kegagalan Pengawasan
LINAP menyebut temuan ini tidak hanya menunjukkan ketidakpatuhan WP, tetapi juga kelemahan serius dalam fungsi pengawasan oleh Bapenda. Beberapa poin pelanggaran antara lain:
- Penggunaan tapping box tidak dimonitor berkala.
- Sistem SIMPATDA dan VHP tidak dijadikan dasar verifikasi pajak.
- Nilai pajak BPHTB dihitung tanpa memperhatikan ketentuan NPOPTKP secara akurat.
“Ini bukan hanya soal kelalaian teknis, tapi soal integritas dan akuntabilitas publik,” lanjut Baskoro.
Empat Tuntutan LINAP untuk Bapenda
LINAP meminta Kepala Bapenda Kota Bekasi:
- Mengaktifkan 165 tapping box yang offline dan memastikan laporan WP sesuai transaksi riil.
- Menetapkan dan menagih pajak kurang bayar minimal Rp3,2 miliar.
- Memeriksa dan menindaklanjuti potensi pajak belum diterima senilai Rp15,6 miliar.
- Menjatuhkan sanksi administratif kepada WP yang tidak patuh.
- Mendesak Transparansi dan Tindakan Tegas
- LINAP mengingatkan Bapenda bahwa publik berhak mendapatkan informasi terbuka sesuai UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Pasal 28F UUD 1945.
“Ini bukan sekadar permintaan klarifikasi, tapi bagian dari kontrol sosial yang menjadi hak warga negara,” tutup Baskoro mengaku telah bersurat resmi ke Bappenda Kota Bekasi.
Temuan ini menjadi ujian serius bagi Pemkot Bekasi dalam menegakkan prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan. Namun ironisnya hingga kini surat klarifikasi resmi LINAP ke Bappenda Kota Bekasi belum dijawab.
Tanpa perbaikan nyata dalam sistem pengawasan dan penegakan pajak, kebocoran semacam ini akan terus berulang dan rakyat yang akhirnya menanggung akibatnya.***