TANGGAMUS – Di usia senjanya yang menginjak 77 tahun, Yahya, warga prasejahtera di Dusun Dantar, Pekon Badak, Kecamatan Limau, Kabupaten Tanggamus, Lampung masih harus berjuang bersama sang istri, Sakdunah (75), di rumah kecil yang jauh dari kata layak.
Dinding kayu rapuh, atap bocor, dan ruang sempit menjadi saksi bisu kehidupan pasangan lansia ini. Di kala tubuh sudah tak lagi sanggup bekerja, Yahya hanya bisa menggantungkan hidup pada belas kasih anaknya yang bekerja sebagai buruh tani dengan penghasilan pas-pasan.
“Kalau tidak dibantu anak, kami tidak tahu harus makan apa. Untuk bekerja pun badan ini sudah tidak kuat,” tutur Yahya lirih, sembari menahan air mata sebagaimana dikutip Wawai News, Sabtu 16 Agustus 2025.
Potret memilukan ini diungkapkan oleh Patra Gunawan, warga setempat. Ia menilai, Yahya hanyalah satu dari sekian banyak lansia yang hidup di bawah garis layak, namun sering luput dari perhatian.
“Dari tempat tinggal yang tidak layak, makan serba kekurangan, jauh dari kata sempurna,” ujar Patra.
Patra berharap pemerintah kabupaten, provinsi, hingga wakil rakyat di DPRD Tanggamus, khususnya dari Dapil 6, tidak menutup mata terhadap kenyataan di lapangan. Menurutnya, sudah seharusnya pemerintah pekon juga turun tangan sebagai penghubung suara warga.
“Jangan sampai masyarakat seperti Pak Yahya dibiarkan menjalani hidup dengan penderitaan. Pemerintah pekon harus ikut andil, setidaknya menjadi penyambung suara warga ke tingkat yang lebih tinggi,” tegasnya.
Kisah Yahya sejatinya adalah cermin: bahwa di balik megahnya gedung pemerintahan, ramainya rapat-rapat anggaran, dan jargon-jargon pembangunan, masih ada rakyat di pelosok yang menutup usia dengan kesunyian dan penderitaan.
Kini, pertanyaannya sederhana, apakah pejabat yang terhormat masih punya hati untuk menoleh ke rumah kecil Yahya yang nyaris roboh itu? Ataukah biarkan sang waktu yang lebih dulu merenggutnya sebelum bantuan benar-benar hadir? ***






