TANGGAMUS – Ada pepatah, “uang tak pernah bohong.” Dan benar saja, aroma dugaan penyimpangan dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Tanggamus kini makin harum semerbak, tapi baunya bukan wangi bunga, melainkan amis ikan asin yang lama tak dicuci.
Sorotan publik bukan hanya menempel pada Direktur Utama Ina Rahmawati, tapi juga menyeret-nyeret nama mantan Bupati Tanggamus yang konon nongol di balik aliran dana misterius.
Sumber internal menyebut dana CSR BPRS tiba-tiba digelontorkan untuk proyek signage Dekranasda di Gisting senilai Rp114 juta lebih. Proyek ini jatuh ke CV Lampung Bina Sejahtera, yang disebut-sebut ditunjuk langsung “atas instruksi.”
Padahal, aturan main CSR itu jelas, dana harus disalurkan untuk kepentingan masyarakat luas, lewat mekanisme swakelola atau lelang terbuka. Tapi apa daya, yang terjadi justru CSR disulap bak “uang kas kecil” yang bisa dicabut sesuka hati. Swakelola lenyap, SOP entah ke mana, dan duit bank daerah meluncur deras seperti jalan tol baru diresmikan.
Ironisnya, BPRS Tanggamus ternyata belum punya SOP pengadaan barang dan jasa. Bayangkan, bank daerah tanpa standar baku, tapi CSR mengalir manis. Kalau begini, PP Nomor 47 Tahun 2012 dan Undang-Undang Perseroan Terbatas hanya jadi hiasan etalase hukum, sekadar pajangan manis yang tak pernah dibaca.
Gosip makin gurih ketika berhembus isu ada aliran dana CSR yang “nyasar” ke ranah politik, termasuk dugaan modal pendirian BMT (Baitul Mall Tanwim) di Talang Padang.
Nama mantan bupati pun ikut terseret arus gosip. Hal itu pun memunculkan penilaian jika, problem BPRS bukan semata manajemen amburadul, melainkan warisan kepemimpinan lama yang masih suka numpang lewat di neraca keuangan.
“Kalau benar ada jejak mantan bupati, berarti ini bukan cuma salah urus manajemen, tapi indikasi penyalahgunaan kewenangan,” sindir seorang aktivis antikorupsi, dengan nada seperti sedang mengupas bawang, bikin pedih tapi melek.
Ia pun mendesak Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) segera digelar.
Namun Ina Rahmawati di konfirmasi dengan santai saja, menjawab melalui gaya baku, “Bank milik Pemda, pemegang saham otomatis Bupati. Jadi RUPS pasti dengan Bupati atau yang diberi wewenang.”ucapnya.
Seolah disebutkan bahwa RUPS bukan darurat meski laporan keuangan bank defisit Rp1,5 miliar. Bandingkan dengan era sebelumnya yang masih bisa catat laba Rp451 juta. Sekarang, laba raib, defisit jadi sahabat akrab.
Ina menepis tudingan CSR nyasar. Katanya, dana CSR Dekranasda itu memang “permintaan langsung Pemda,” proposal ditandatangani PJ Bupati Ir. Mulyadi Irsan, bahkan sudah diverifikasi OJK. “Tidak ada masalah, semua bersih,” tegasnya.
Soal gosip BMT? Ina menampik,“Tidak ada BPRS menyalurkan pinjaman ke BMT. Saya memang pernah jadi ketua BMT, tapi itu sebelum masuk BPRS. Politik? Saya tak paham.” tukasnya.
Perjalanan dinas ke luar negeri? Katanya cukup izin Komisaris Utama, tak perlu restu Bupati. Soal kerugian bank? Menurut Ina, bukan lagi Rp1,5 miliar tapi sudah “turun” jadi Rp1 miliar. Penyebabnya, pinjaman tiga eks karyawan yang gagal bayar.
Untuk diketahui kerugian bank ratusan juta hanya gara-gara tiga orang karyawan? Kalau benar, bank syariah ini mungkin satu-satunya di dunia yang bisa tumbang hanya karena “trio macet angsuran.”
Sayangnya, klarifikasi berlapis itu justru terasa seperti menutup borok pakai bedak bayi. Wangi sebentar, tapi tetap bocor. Fakta bahwa CSR dijalankan atas “permintaan Pemda” tanpa SOP tetap menyalakan lampu merah tata kelola.
Dan RUPS yang katanya wajib, tetap molor. Publik makin curiga, jangan-jangan Pemda memang sengaja menunda agar bau busuk tak cepat terendus.
Bank syariah yang harusnya jadi garda keuangan rakyat, malah disulap jadi sumber gosip CSR, perjalanan dinas, dan bayangan politik masa lalu.
Kalau begini, bukan tak mungkin rakyat kembali jadi penonton tetap, tertawa pahit melihat drama uang rakyat yang terseret-seret, sementara aktor utama sibuk menyalahkan naskah.
Hingga berita ini tayang, wartawan Wawai News belum berhasil mendapat tanggapan dari mantan Bupati Tanggamus Dewi Handajani.***







