Scroll untuk baca artikel
EkonomiTANGGAMUS

BPRS Tanggamus: Rp1 Miliar Raib, CSR Tanpa Tender, RUPS Mandek?

×

BPRS Tanggamus: Rp1 Miliar Raib, CSR Tanpa Tender, RUPS Mandek?

Sebarkan artikel ini
Foto: Kantor Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Tanggamus, (foto_sn/nt)

TANGGAMUS – Drama Skandal BPRS: Dari RUPS Macet, CSR Nyasar, hingga Eks Pegawai diduga “Makan Biaya Siluman”

Bank syariah milik Pemkab ini terjebak pusaran dugaan penyalahgunaan kewenangan, konflik kepentingan, hingga kerugian miliaran rupiah.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Satu per satu borok dugaan skandal di tubuh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) milik Pemkab Tanggamus kian terkuak. Semakin dibedah, semakin mirip sinetron panjang, penuh intrik, misteri dana, hingga adegan komedi absurd yang sulit dipercaya.

Babak pertama dimulai dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang entah kenapa lebih sulit digelar daripada resepsi pernikahan pejabat. Padahal aturan jelas: RUPS wajib setelah laporan audit Kantor Akuntan Publik (KAP) keluar. Tapi hingga kini, acara sakral itu tetap “macet di lampu merah.”

“Konon karena komunikasi dengan Pemegang Saham Pengendali (PSP) mampet total. Ada juga gosip yang lebih panas: seorang direktur disebut dekat dengan mantan bupati,” ujar sumber internal, setengah berbisik, setengah menahan tawa getir.

Layar berikutnya menampilkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang seharusnya mengalir ke fasilitas publik. Eh, malah disulap jadi proyek signage Dekranasda ala sulap tanpa tender, tanpa pembanding, bahkan tanpa notulen. Vendor ditunjuk langsung, seolah BPRS adalah warung kelontong keluarga, bukan bank daerah dengan regulasi ketat.

Lebih ironis lagi, BPRS ternyata tak punya pedoman pengadaan barang/jasa. Panitia pengadaan? Nol besar. Semua dijalankan “by feeling” dan restu Pemda. PP No. 54/2017 tentang BUMD? Rupanya cuma jadi hiasan rak perpustakaan. OJK pun disebut mulai melirik, barangkali juga heran: “Ini bank apa panggung sirkus?”

Belum selesai, muncul babak baru: dana misterius ke sebuah BMT. Katanya “tabungan,” tapi lebih mirip “suntikan modal terselubung” ke BMT Amalia Rahma di Pasar Talang Padang.

Kekinian, dana itu kabarnya sedang diminta kembali. Jika benar maka ini bukan tabungan syariah, tapi lebih pas disebut “tabungan ala-ala drama komedi.”

Kisah makin kocak saat muncul laporan perjalanan dinas luar negeri. Izin lengkap? Tidak ada. Cukup restu Komisaris Utama, langsung jalan. Prosedurnya mungkin sederhana: paspor, tiket, doa, dan… bismillah. Kalau begini, urusan bank syariah berubah jadi mirip trip jalan-jalan arisan.

Laporan keuangan pun tak kalah memiriskan hati. Kredit macet menumpuk, manajemen risiko tipis bak kerupuk lempeng, dan terakhir, fraud pegawai. Modusnya: pungutan biaya di luar akad resmi. Tiga pegawai memilih angkat koper, tapi meninggalkan warisan, tunggakan pinjaman jumbo di BPRS.

“Total kerugian sekarang di atas Rp1 miliar. Angka kecil bagi bank raksasa, tapi besar bagi bank daerah yang harusnya dijaga ketat. Ini bukan sekadar rugi, tapi alarm keras dari manajemen rapuh, tata kelola amburadul,” ungkap sumber lain.

Kini publik Tanggamus hanya bisa geleng-geleng kepala:

Masihkah BPRS Tanggamus layak disebut bank syariah dengan tata kelola sehat, atau sudah berubah jadi “Badan Pembiayaan Rasa Sandiwara” yang disetir kepentingan politik dan syahwat kekuasaan?.***

SHARE DISINI!