KOTA BEKASI – Krisis sanitasi yang menghantui warga RT 06/RW 03, Kelurahan Jatiluhur, Kecamatan Jatiasih, kian menelanjangi buruknya tata kelola lingkungan sekaligus mempermalukan fungsi pengawasan anggota DPRD Kota Bekasi.
Sejak lama, warga mengeluh septic tank cepat penuh, air toilet meluap, hingga kotoran manusia keluar ke permukaan. Tak jarang orang tua terpaksa membersihkan limbah itu sendiri dengan tangan kosong.
“Ini menjijikkan sekaligus mengancam kesehatan anak-anak,” ujar Maman salah seorang warga setempat, Minggu (21/9/2025).
Masalah bertambah parah karena ketiadaan saluran drainase. Air hujan bercampur dengan air limbah rumah tangga dan rembesan septic tank, lalu menggenang di jalanan.
Pada musim hujan, wilayah ini seakan berubah jadi kolam kumuh beraroma busuk.
Warga mengaku sudah berulang kali menyampaikan aspirasi mulai dari kelurahan, kecamatan setempat. Namun, semua berhenti di ruang-ruang rapat tanpa ada aksi nyata.
“Warga kita sudah berulang kali mengajukan keluhan dan permintaan agar ada saluran air, tapi tidak ada tindakan signifikan dari pemerintah kota baik melalui kelurahan, atau kecamatan,” ungkapnya.
Menurutnya kondisi tersebut, hampir merata tidak hanya di RT 06 Jatiluhur, tapi banyak perkampungan lainnya yang mengalami hal serupa terutama kampung yang tidak berdekatan dengan komplek perumahan yang dibangun pengembang.
Ketua Komunitas Adam Hawa Siliwangi ini, bahkan menuding langsung Komisi II DPRD Kota Bekasi gagal menjalankan fungsinya.
“Mereka seharusnya mengawasi dan memastikan pembangunan infrastruktur berjalan sesuai kebutuhan warga. Faktanya, mereka abai. DPRD Kota Bekasi harus bertanggung jawab,” tegas Kang Abel sapaan akrabnya ini kepada media ini.
Kasus di Jatiluhur menjadi potret kecil dari problem struktural Kota Bekasi, pembangunan fisik berorientasi seremonial dan mercusuar, tapi urusan mendasar seperti saluran air dan sanitasi justru dianaktirikan.
Ironisnya, ini terjadi di kota penyangga ibu kota negara dengan APBD triliunan rupiah.
Minimnya drainase bukan sekadar soal kenyamanan, tapi ancaman kesehatan publik, potensi diare, leptospirosis, hingga demam berdarah.
Ketika DPRD dan Pemkot tak kunjung bergerak, warga dipaksa hidup berdampingan dengan limbah dan penyakit.
“Kami kesusahan mobil sedot tidak bisa masuk karena gang kecil, sehingga harus menggunakan selang panjang,”papar Kang Abel.
Baginya kondisi yang ada ini, bukan hanya soal tidak mendengarkan aspirasi, tapi juga soal mandulnya fungsi kontrol.
Terutama wakil rakyat, alih-alih mengawasi kinerja eksekutif, legislatif justru larut dalam rutinitas rapat, reses, dan kunjungan kerja yang jarang menyentuh persoalan riil di akar rumput.
“Sampai kapan DPRD Kota Bekasi membiarkan warga yang diwakilinya hidup dalam bau busuk? Apakah menunggu penyakit menelan korban baru kemudian bergerak?,”tanyanya.
Warga berharap DPRD segera turun langsung, membuka mata, telinga, dan hati, bukan hanya mulut ketika rapat paripurna.
Sebab toilet meluap di Jatiluhur bukan sekadar urusan septik tank ini simbol gagalnya DPRD dalam menjalankan mandat rakyat.***