BANDARLAMPUNG – Penangkapan Wahyudi alias Yudi Gepak, Ketua LSM yang terkenal vokal, bersama rekannya Fadly, sontak bikin geger jagat aktivisme Lampung.
Keduanya ditangkap Jatanras Polda Lampung lewat operasi tangkap tangan (OTT), Minggu (21/9/2025) sore, dengan barang bukti Rp20 juta dalam plastik hitam.
Bagi polisi, ini jelas pemerasan. Bagi LSM, ini kriminalisasi. Bagi publik, ini tontonan antara sinetron hukum dan komedi situasi politik.
LSM konsolidasi pun tak tinggal diam. Mereka deklarasi sikap di “Rumah Ideologi Klasika” (kedengarannya serius, tapi alamatnya di Jalan Pembangunan, ironi yang pas).
Destra Yudha, jenderal Laskar Kota Bandarlampung, membacakan empat sikap resmi: hentikan kriminalisasi suara kritis, minta transparansi hukum, desak Gubernur evaluasi OPD, hingga Prabowo diminta reformasi Polri.
Intinya, jangan bisukan kritik, meski yang dikritik diduga kerabat elit politik.
Tapi versi polisi beda. Menurut Kombes Indra Hermawan, Wahyudi dan kawan-kawan sudah sejak Juni 2025 “main ancam” ke RSUD Abdul Moeloek sebarkan berita miring, lalu ancam aksi kalau tak diberi kompensasi. Puncaknya, uang Rp20 juta masuk plastik hitam, lalu OTT digelar.
Yudi Gepak: “Saya Difitnah Plastik Hitam”
Wahyudi alias Yudi Gepak membantah keras. Menurutnya, bukan dia yang minta “uang damai”, tapi justru pihak rumah sakit yang menawarkan kompensasi. Bahkan pertemuan di Mall Boemi Kedaton, katanya, atas inisiatif pejabat rumah sakit, bukan dirinya.
“Kalau akhirnya ada uang yang dimasukkan ke mobil saya dalam plastik hitam, itu bukan permintaan saya. Polisi harus jujur membuka fakta,” kata Yudi.
Narasi ini jelas membuka babak baru, siapa sebenarnya yang kreatif, LSM yang memeras atau birokrat yang rajin menawarkan damai dengan amplop? Publik seperti disuguhi drama “siapa menyuap siapa” dengan bumbu politik keluarga besar partai.***