JAKARTA – Sembilan orang yang terbagi dalam tiga kelompok nekat membobol rekening dormant salah satu bank BUMN di Jawa Barat. Nilai jarahannya tidak main-main: Rp204 miliar.
Modus mereka? Mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset. Sebuah identitas gadungan yang dipoles rapi untuk menakuti pegawai bank. Dengan dalih menjalankan “tugas negara secara rahasia”, sindikat ini menekan kepala cabang pembantu bank agar menyerahkan User ID Core Banking System milik teller. Jika menolak, keselamatan dirinya dan keluarga dipertaruhkan.
Tak tahan tekanan, sang kepala cabang akhirnya menyerahkan akses. Dari situlah drama pembobolan dimulai.
42 Transaksi dalam 17 Menit, Duit Mengalir Seperti Keran Bocor
Begitu menguasai sistem, kelompok eksekutor langsung memindahkan dana sebesar Rp204 miliar. Uang itu ditransfer ke lima rekening penampungan dengan 42 transaksi kilat, hanya dalam 17 menit. Waktunya pun dipilih dengan cermat Jumat sore menjelang libur, saat bank nyaris lengah.
“Pemindahan dana secara in absentia ini mereka bungkus rapi agar lolos dari deteksi. Tapi pada akhirnya tetap ketahuan,” ungkap Brigjen Helfi Assegaf, Dirtipideksus Bareskrim Polri, Kamis (25/9/2025).
Bank mendeteksi transaksi mencurigakan dan segera melapor ke polisi. Bareskrim bersama PPATK bergerak cepat, menelusuri jejak aliran dana dan membekukan rekening penampungan.
Sindikat Berlapis: Dari Orang Dalam, Eksekutor, hingga Tukang Cuci Uang
Para tersangka dibagi rapi layaknya korporasi gelap:
- Kelompok Orang Dalam Bank
- AP (50): Kepala Cabang Pembantu, menyerahkan akses ke sistem.
- GRH (43): Consumer Relations Manager, jadi penghubung sindikat dengan kepala cabang.
- Kelompok Eksekutor/Pembobol
- C (41): Mastermind, mengaku Satgas Perampasan Aset.
- DR (44): Konsultan hukum, bertugas memberi “tameng legal” bagi aksi kriminal.
- NAT (36): Eks pegawai bank, ahli akses ilegal Core Banking System.
- R (51): Mediator, jembatan antara eksekutor dan kepala cabang, sekaligus penerima aliran dana.
- TT (38): Fasilitator keuangan ilegal, mengelola dana haram.
- Kelompok Pencucian Uang
- DH (39): Membuka blokir rekening dan memindahkan dana.
- IS (60): Siapkan rekening penampungan untuk tampung duit haram.
Dua tersangka, yakni C dan DH, ternyata juga terseret kasus penculikan dan pembunuhan Kepala Cabang BRI berinisial MIP, yang kini ditangani Ditreskrimum Polda Metro.
Pasal Berlapis, Hukuman Selangit
Atas sepak terjangnya, sindikat ini dijerat pasal berlapis:
- Tindak Pidana Perbankan (UU PPSK 2023), ancaman 15 tahun penjara + denda Rp200 miliar.
- Tindak Pidana ITE (UU ITE 2024), ancaman 6 tahun penjara + denda Rp600 juta.
- Tindak Pidana Transfer Dana (UU 2011), ancaman 20 tahun penjara + denda Rp20 miliar.
- TPPU (UU 2010), ancaman 20 tahun penjara + denda Rp10 miliar.
Satir: Dari Satgas Gadungan ke Sindikat Kakap
Kasus ini seolah menunjukkan betapa gampangnya jargon “Satgas” dipakai untuk menakut-nakuti. Dengan modal kartu nama palsu dan keberanian menekan kepala cabang, Rp204 miliar pun seakan jadi uang receh.
Namun, sepandai-pandai eksekutor melompat, transaksi kilat tetap meninggalkan jejak. Dan kini, jejak itu menyeret mereka ke jeruji besi.***