TANGGAMUS – Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Tanggamus kembali jadi sorotan. Setelah polemik dana CSR untuk pembangunan gedung Dekranasda, kini mencuat persoalan baru yang tak kalah serius: kredit macet yang membengkak hingga miliaran rupiah.
Informasi yang dihimpun Wawai News menyebutkan, manajemen BPRS di bawah kepemimpinan Direktur Ina Rahmawati diduga lalai dalam menjalankan fungsi pengawasan. Sejumlah kredit disebut cair tanpa prosedur ketat, bahkan hanya bermodal survei abal-abal.
“Ada calon nasabah yang jelas-jelas tidak layak tetap diberi pinjaman. Ada pula yang alamat usahanya fiktif. Parahnya, setelah pencairan justru muncul dugaan permintaan setoran agar proses berjalan lancar,” ungkap salah satu sumber.
Nasabah Kabur, Cicilan Macet
Praktik serampangan ini berujung fatal. Sejumlah nasabah kabur, sementara sebagian lainnya berhenti membayar cicilan dengan alasan tak lagi memiliki penghasilan. Alhasil, beban kredit macet menggunung.
Bahkan, kasus dugaan pungutan liar sempat dilaporkan ke kantor BPRS, disertai bukti dan disaksikan wartawan serta aparat kepolisian. Namun hingga kini, penyelesaian masalah masih abu-abu.
“Total kerugian sudah lebih dari Rp1 miliar. Memang belum sampai triliunan, tapi angka ini cukup menunjukkan rapuhnya manajemen bank syariah daerah,” lanjut narasumber tersebut.
CSR Gedung Dekranasda: Sah Secara Prosedur
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Tanggamus, Suadi, membela penggunaan dana CSR BPRS untuk pembangunan gedung Dekranasda. Ia menegaskan, mekanisme sudah sesuai aturan.
“Proposal yang diajukan pemerintah berupa item kebutuhan, bukan nominal tunai. Karena nilainya di bawah Rp300 juta, penunjukan vendor dilakukan langsung tanpa lelang,” jelas Suadi.
Meski demikian, suara sumbang terhadap kepemimpinan direktur tetap bermunculan. Banyak pihak menilai Ina Rahmawati gagal menjaga integritas dan stabilitas keuangan bank.
RUPS Menentukan Nasib Direktur
Dugaan kelalaian ini membuat Bupati Tanggamus dikabarkan akan segera menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk mengevaluasi kinerja direksi. Tidak menutup kemungkinan posisi direktur akan diganti jika terbukti gagal menjalankan tugas.
“Kemungkinan besar bupati akan menilai ulang kinerja direktur selama menjabat,” kata Suadi menambahkan.
Data OJK: BOPO Melonjak, Kinerja Merosot
Potret lemahnya manajemen makin terlihat dari laporan keuangan BPRS Tanggamus yang dipublikasikan di website OJK. Tercatat, rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) mencapai 134,71%, angka yang mengindikasikan biaya operasional jauh melampaui pendapatan.
Salah satu penyebabnya, direksi diduga lebih sering melakukan perjalanan dinas ketimbang fokus memperkuat pengawasan kredit. Akibatnya, beban kantor justru membengkak dan kinerja bank makin terpuruk.
Kredit macet, dugaan pungli, CSR kontroversial, hingga biaya operasional jebol: sederet masalah ini menjadi bom waktu bagi BPRS Tanggamus.
Tentunya banyak yang menunggu, apakah RUPS nanti sekadar formalitas, atau benar-benar jadi titik balik pembenahan bank syariah daerah yang seharusnya hadir untuk memberdayakan masyarakat, bukan menjerumuskan ke jurang kerugian.***