Scroll untuk baca artikel
Head LineHukum & KriminalKabar DesaZona Bekasi

Kades Kedung Pengawas Terbukti Ingkar Janji, Wajib Bayar Rp1,2 Miliar

×

Kades Kedung Pengawas Terbukti Ingkar Janji, Wajib Bayar Rp1,2 Miliar

Sebarkan artikel ini
Pengacara Yunus Effendi, SH

CIKARANG – Majelis hakim Pengadilan Negeri Cikarang akhirnya memutus tegas perkara perdata wanprestasi Nomor: 4/Pdt.G/2025/PN.Ckr. Dalam sidang putusan pada 18 September 2025, hakim menyatakan Nasaruddin, Kepala Desa Kedung Pengawas, Babelan, Kabupaten Bekasi ini terbukti melakukan wanprestasi alias ingkar janji kepada penggugat Hj. Siti Rodiah.

Atas dasar itu, selanjutnya, tergugat dalam hal ini Nasaruddin sang Kades yang menggunakan uang pinjaman buat serangan fajar tersebut, diwajibkan membayar ganti rugi sebesar Rp1,2 miliar.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Kuasa hukum penggugat, Yunus Efendi, S.H., menyebut putusan ini sebagai kemenangan hukum dan logika sehat. Sejak 2018, klien kami sudah berusaha kekeluargaan. Dua kali somasi, jawabannya nihil.

“Akhirnya ya terpaksa masuk jalur hukum. Dan syukurlah, hukum masih bisa jadi panglima, bukan cuma plang nama,” ujarnya dengan nada satir.

Kasus ini bermula dari pinjaman dana Rp1,2 miliar yang diberikan Hj. Siti Rodiah kepada Nasaruddin untuk biaya pencalonan dirinya sebagai Kepala Desa Kedung Pengawas pada Pilkades 2018.

Uang tersebut, menurut keterangan saksi di persidangan, dipakai untuk “serangan fajar” alias jurus klasik politik uang.

Sayangnya, setelah berhasil duduk di kursi kades, janji mengembalikan pinjaman itu ikut duduk manis di kursi imajinasi. Nasaruddin tetap melenggang menjabat hingga kini, sementara utang Rp1,2 miliar hanya dibayar dengan janji-janji kosong.

Tergugat “Absen Permanen”

Selama proses persidangan, Tergugat tak pernah hadir secara langsung, hanya diwakili kuasa hukum. Hakim sempat menyinggung minimnya iktikad baik. “Kalau sidang saja malas datang, bagaimana mau bayar utang?” begitu komentar pedas salah satu aktivis yang memantau jalannya perkara.

Namun, bukti dan saksi yang dihadirkan kuasa hukum penggugat sudah cukup menelanjangi fakta hukum, ada utang Rp1,2 miliar yang nyata, bukan fiktif.

Belakangan, Tergugat mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Bandung melalui Panitera PN Cikarang pada 22 September 2025. Kuasa hukum penggugat mengaku siap menghadapi.

“Banding itu hak hukum, tapi ya mari kita lihat: apakah ini bentuk perjuangan mencari keadilan atau sekadar beli waktu. Yang jelas, utang Rp1,2 miliar itu tidak akan berubah jadi Rp1,2 juta hanya karena naik tingkat,” sindir Yunus.

Kasus ini dianggap menjadi preseden, pejabat publik tetap manusia biasa di hadapan hukum. Jabatan kepala desa bukan “tameng anti-utang”. Aturan hukum berlaku universal, janji harus ditepati, apalagi kalau janji dibumbui duit miliaran.

“Kalau rakyat ingkar janji, namanya bohong. Kalau pejabat ingkar janji, biasanya disebut ‘strategi’. Putusan ini membuktikan istilah itu salah besar. Semua sama di depan hukum, meski ada yang merasa lebih sama dari yang lain,” tutup Yunus.***

SHARE DISINI!