KOTA BEKASI – Sengketa hukum antara pemilik PT Annisa Bintang Blitar (PT ABB), Iwan Hartono, dengan kontraktor urug tanah, Bapak Ruben, makin hari makin menarik. Kasus bermula dari proyek Revitalisasi Pasar Kranji Baru yang penuh kontroversi.
Usai pekerjaan selesai, pembayaran dilakukan dengan cek. Masalahnya, ketika dicairkan, ternyata ceknya “kosong” mirip janji manis proyek yang tak kunjung rampung.
Tak terima jadi korban “cek akrobatik”, pihak Ruben melapor ke aparat penegak hukum. Proses bergulir hingga ke pengadilan, dan Iwan Hartono sempat merasakan dinginnya lantai Rutan Bulak Kapal selama 100 hari sejak 4 Juli 2024. Namun, sebelum vonis diketuk, ia sempat dilepas dan jadi tahanan kota.
Pada akhirnya, Kejaksaan Negeri Kota Bekasi dalam putusannya menjatuhkan vonis 2 tahun 6 bulan penjara. Banding? Kalah. Kasasi ke Mahkamah Agung Jakarta? Ditolak mentah-mentah pada 10 September 2025.
Nah, di sinilah drama makin absurd. Sudah kalah di semua tingkat peradilan, tapi yang bersangkutan masih bebas melenggang, bahkan disebut-sebut masih berupaya “mengutak-atik” aset Pasar Kranji, termasuk mencoba mengontrakan TPS ruko sebelah selatan yang jelas-jelas milik pedagang.
“Kalau sudah ditolak kasasi, kenapa Iwan Hartono masih bisa hirup udara segar di luar? Ada apa ini dengan Pemkot Bekasi dan Kejaksaan Negeri Kota Bekasi? Apa hukum di negeri ini masih berlaku, atau kita harus bikin versi law of the jungle sendiri?” sindir Tokoh pedagang Pasar Kranji, Sri Mulyono, melontarkan pertanyaan pedas.
Menurutnya kondisi ini menimbulkan rasa tidak adil. Mereka sudah bertahun-tahun menanggung dampak mangkraknya proyek revitalisasi Pasar Kranji yang kini memasuki tahun keenam, sementara pihak yang terbukti bermasalah justru masih bebas berkeliaran.
Pedagang kini sampai melontarkan doa dan salam khusus:
- Salam KOMPAK untuk tetap bersatu.
- Salam CERDAS agar tak terus dibodohi.
- Salam WARAS supaya tetap kuat menghadapi ironi hukum.
Dan tentu, Salam Perjuangan, karena Pasar Kranji seolah sudah naik kasta jadi “monumen mangkrak” Kota Bekasi.
Kasus ini juga menyisakan pertanyaan lain yang tak kalah penting bagaimana dengan dugaan pencurian tanah urug dan polemik aset pasar lain yang “entah kapan” tersentuh hukum?
Sampai hari ini, pedagang masih menunggu apakah Iwan Hartono akan dijemput paksa untuk menjalani hukuman, atau cukup “menyerahkan diri dengan sukarela” tentu kalau tidak sedang sibuk menjual aset yang bukan miliknya.***