KOTA BEKASI – Pemerintah Kota Bekasi menepis tudingan bahwa penyertaan modal kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tahun anggaran 2024 dilakukan tanpa dasar hukum.
Lewat Asisten Perekonomian dan Pembangunan, H. Inayatulah, Pemkot menegaskan jika penyertaan modal ini tidak asal setor, dan bukan modal nekat. “Penyertaan modal ini bukan asal nyerok dari kas daerah, tapi ada aturan yang mengaturnya,”ujarnya dengan logat khas betawi Bekasi, Senin 6 Oktober 2025
Menurutnya, pelaksanaan penyertaan modal sudah diatur dalam dua dasar hukum:
a. Peraturan Daerah tentang Pembentukan BUMD yang mengatur modal dasar perusahaan, dan
b. Peraturan Daerah tentang APBD Tahun 2024.
Namun, sebagaimana khasnya administrasi negeri ini, “dasar ada, tapi dasar tambahan tetap disiapkan.”
Dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK Provinsi Jawa Barat, BPK tidak menyebut penyertaan modal itu ilegal, hanya menyarankan agar “dasar penetapannya lebih memadai.” Kalimat yang diplomatis, tapi artinya: boleh, asal nanti dirapihin lagi.
“Jadi bukan tidak punya dasar, tapi perlu disempurnakan dengan Perda khusus,” jelas Inayatulah.
Ia menambahkan, saat ini Pemkot telah membentuk Tim Penyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang penyertaan modal kepada BUMD untuk tahun anggaran 2026, yang sudah diusulkan dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda).
“Harapannya, tahun ini bisa segera dibahas bersama DPRD dan disahkan melalui rapat paripurna,” ujarnya.
Dengan begitu, penyertaan modal berikutnya bisa dilakukan dengan dasar yang tak hanya kuat, tapi juga tak mudah disalahpahami bahkan oleh auditor yang sedang lapar.
Soal Rangkap Jabatan di BUMD
Masih di hari yang sama, Inayatulah juga menanggapi isu lain yang sempat viral di media daring soal pejabat Pemkot Bekasi yang disebut rangkap jabatan sebagai pengurus BUMD.
Ia memastikan penempatan pejabat daerah sebagai Dewan Pengawas atau Komisaris di BUMD sepenuhnya sesuai regulasi, bukan “jabatan sambilan demi fasilitas tambahan.”
Dasarnya jelas Permendagri Nomor 37 Tahun 2018, yang pada Pasal 15 sampai 17 mengatur bahwa:
Anggota Dewan Pengawas atau Komisaris boleh terdiri dari unsur independen dan pejabat pemerintah daerah. Jumlahnya tidak boleh lebih banyak dari direksi.
Dan, bila hanya ada satu komisaris, boleh diisi oleh pejabat Pemda tentu yang masih sempat di antara rapat internal dan apel pagi.
“Jadi bukan rangkap jabatan, tapi tugas tambahan. Ada dasarnya, dan sudah sesuai regulasi,” tegas Inayatulah dengan senyum birokratis yang sudah hafal peraturan pasal per pasal.
Singkatnya, Pemkot Bekasi ingin memastikan, BUMD tetap jalan, pejabat tetap patuh aturan, dan kalaupun ada yang ‘rangkap’, itu bukan niat cari gaji dobel paling cuma dobel undangan rapat.***