JAKARTA – Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, resmi menggugat Kejaksaan Agung RI lewat jalur praperadilan. Ia meminta agar penetapan status tersangkanya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dinyatakan tidak sah.
Sidang perdana digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/10/2025), dengan hakim tunggal I Ketut Darpawan memimpin jalannya perkara. Dalam petitumnya, Nadiem meminta hakim membatalkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Prin-38/F2/Fd.2/05/2025 tertanggal 20 Mei 2025.
“Surat perintah penyidikan tersebut tidak sah dan tidak berdasar hukum,” tegas Nadiem dalam persidangan, dengan nada yang terdengar lebih seperti pembelaan startup daripada pembelaan hukum.
Kasus ini bermula dari proyek pengadaan laptop pendidikan senilai triliunan rupiah yang diluncurkan di masa jabatannya. Program yang semula dirancang untuk mendukung digitalisasi sekolah, kini justru menjadi bug dalam sistem integritas pejabat negara.
Sumber Kejagung sebelumnya menyebut, dugaan korupsi muncul dari indikasi penggelembungan harga serta distribusi perangkat yang tak sesuai spesifikasi.
Namun, tim kuasa hukum Nadiem menilai tuduhan itu tak berdasar dan sarat kejanggalan.
“Yang rusak bukan programnya, tapi persepsinya,” ujar salah satu penasihat hukumnya, mencoba meng-debug opini publik yang sudah lebih dulu panas di media sosial.
Publik menilai langkah Nadiem ini seperti mencoba menekan tombol Ctrl+Z untuk menghapus kesalahan masa lalu.
Namun, hukum tidak seperti Google Docs tak ada fitur undo ketika dana publik sudah terlanjur diketik dalam laporan proyek.
Kini, mata publik tertuju pada hakim Ketut Darpawan. Akankah ia menekan tombol Enter dan membiarkan proses hukum berjalan, atau justru melakukan system restore demi memulihkan reputasi sang mantan menteri?.***