KOTA BEKASI — Wacana relokasi pedagang di kawasan Alun-alun Kota Bekasi belakangan bikin publik geleng kepala. Alih-alih beres, rencana yang katanya demi “penataan kawasan” itu justru memunculkan suara sinis dari warga. Pasalnya, banyak yang menilai gerak instansi terkait seperti kentongan ronda baru bunyi kalau sudah kejadian.
“Kerja instansi ini kayak kentungan, kalau udah jalan baru bunyi. Tapi kadang nggak bisa nerjemahkan maksud pimpinan. Kalau mau rapi, ya rapikan. Bukan bersih dalam arti menghilangkan pedagang,” sindir Ahmad Juani (AJ), warga Kota Bekasi, Jumat (10/10/2025).
AJ sapaan akrab mantan Ketua Organda Kota Bekasi, menilai, wacana relokasi ini seolah keluar tanpa membaca hati nurani wali kota. “Pak Wali itu bukan robot. Beliau manusia, lahir dari keluarga sederhana, tahu rasanya cari makan. Masa iya beliau tega bikin rakyatnya kelaparan?” ujarnya dengan nada geli.
Menurutnya, alun-alun bukan cuma tempat duduk-duduk dan foto konten estetik. Di sana banyak warga yang menggantungkan hidup.”Yang jualan di alun-alun bukan cari kaya, tapi cari nafkah. Jangan pejabat malah jadi Sengkuni yang ngadu-ngadu ke pimpinan, bikin seolah wali kota benci sama rakyatnya,” tegas AJ.
AJ menyentil tajam kebijakan yang dianggap setengah hati. Ia mencontohkan kota lain seperti Bandung yang sukses mengubah kawasan alun-alun menjadi pusat kuliner tanpa mengusir warganya.
“Kalau Bekasi tiap sore cuma dipakai orang buat tidur, kapan majunya? Masa mau jajan sama anak aja harus ke Tambun, Cibubur, atau Cileungsi? Kan malah PAD-nya lari ke daerah orang,” ujarnya dengan tawa getir.
Menurutnya, pejabat seharusnya bekerja tegak lurus ke pimpinan, bukan miring ke arah politik.
“Sudahlah, Pilkada sudah lewat. Suka tidak suka, yang terpilih itu Pak Tri dan Pak Aris. Mereka pilihan rakyat. Tugas birokrasi sekarang bukan adu pengaruh, tapi bikin kota ini keren dan kondusif,” katanya menohok.
Sindiran AJ juga menyinggung gaya kerja dinas terkait yang disebut “terlalu ingin bersih”. “Kalau bersih itu maksudnya nggak mau capek, ya itu salah arti. Kota rapi bukan berarti pedagang harus disapu bersih. Bikin aturan jam jualan, jaga kebersihan, itu baru adil,” jelasnya.
Ia menambahkan, jangan sampai “dokumentasi bagus, tapi hati rakyat berantakan”.“Kadang cuma sibuk foto buat laporan, lupa ngelihat rakyat yang lagi kering keringet,” celetuknya setengah sarkas.
Sebelumnya wacana tersebut dilontarkan Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Bekasi, Herbert Panjaitan, mengakui bahwa pihaknya memang sedang mengkaji lokasi alternatif bagi para pedagang.
“Rapat perencanaan sudah dilakukan, kami masih menilai lokasi mana yang cocok untuk menampung para pedagang,” katanya diplomatis.
Namun, publik berharap “kajian” itu bukan sekadar istilah pejabat kalau belum punya solusi.
Relokasi pedagang di Alun-alun Bekasi seharusnya bukan ajang pamer kuasa birokrasi. Kalau yang dijual adalah “penataan”, maka yang harus ditata pertama kali adalah niatnya.
Sebab, seperti kata AJ kota bisa bersih, tapi jangan sampai hati rakyat dikorbankan buat tampak bersih di depan kamera.***