Scroll untuk baca artikel
Nasional

Menkeu Purbaya vs Luhut: Duel Anggaran Dua Jenderal Sipil Satu Pegang Dompet, Satu Pegang Ide

×

Menkeu Purbaya vs Luhut: Duel Anggaran Dua Jenderal Sipil Satu Pegang Dompet, Satu Pegang Ide

Sebarkan artikel ini
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa

JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa kembali bikin heboh jagat ekonomi-politik Tanah Air. Dengan gaya bicara blak-blakan dan nada setengah bercanda, setengah menggertak, Purbaya menegaskan, ia hanya manut pada satu orang Presiden Prabowo Subianto. Sisanya? Mohon maaf, dompet negara bukan milik siapa pun.

Sikap “tak bisa disetir” itu baru-baru ini membuat Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan harus sedikit menahan napas. Dua agenda besar yang dikaitkan dengan Luhut program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan rencana pembangunan family office di Bali terpaksa ditabrak halus oleh sang Menkeu.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Babak Pertama: Purbaya Ancam Potong Anggaran MBG

Luhut sebelumnya meminta agar dana MBG tidak dipotong karena penyerapan sudah “membaik.” Namun Purbaya tetap pada prinsipnya bukan soal membaik atau memburuk, tapi soal “terpakai atau tidak.”

“Saya akan nilai sampai akhir Oktober. Kalau beberapa triliun nggak terpakai, ya saya ambil uangnya,” ujar Purbaya, dengan nada seperti bendahara sekolah yang baru bosan dengar alasan klasik “belum sempat beli kapur.”

Ia menambahkan, dana yang tidak terserap akan dialihkan ke program lain yang lebih siap kerja.

“Kalau nganggur duitnya, saya sebarin ke tempat lain,” lanjutnya santai, seolah sedang bicara tentang nasi kotak sisa rapat.

Luhut, di sisi lain, menilai MBG justru mulai menunjukkan hasil positif. Tapi Purbaya tampaknya tetap berpegang pada rumus klasik: “Serapan anggaran bukan soal niat baik, tapi soal data.”

Babak Kedua: Tolak ‘Family Office’ dari APBN

Bentrokan halus berlanjut ketika Luhut mewacanakan pembangunan Family Office di Bali proyek yang disebut-sebut akan meniru model pusat keuangan seperti Dubai atau Singapura.

Purbaya langsung menegaskan: tidak sepeser pun APBN akan dialihkan ke sana.

“Anggaran nggak akan saya alihkan ke situ. Kalau mau buat, saya doakan,” ujarnya dengan senyum tipis yang terdengar seperti “semoga sukses tanpa saya.”

Bagi Purbaya, fokus utama tetap pada APBN yang efisien, tepat sasaran, dan bebas kebocoran. Sedangkan proyek besar beraroma eksklusif itu, menurutnya, lebih baik dibiayai investor, bukan uang rakyat.

Dua Gaya, Satu Negara

Kontras dua tokoh ini menarik. Luhut datang dengan semangat investor global dan jejaring lintas negara. Purbaya hadir dengan kalkulator dan prinsip hemat khas bendahara negara.

Yang satu bicara visi, yang satu bicara realisasi. Yang satu ingin menarik dana dunia ke Bali, yang satu takut uang rakyat malah terseret ombak.

Netizen pun tak kalah jenaka menilai:

“Kalau Luhut bikin pintu uang, Purbaya yang jaga kuncinya.”

“Akhirnya ada Menkeu yang berani bilang ‘tidak’ tanpa perlu rapat 12 kali dulu.”

Ujungnya: Purbaya Setia pada Prinsip

Meski banyak yang menilai sikapnya keras kepala, gaya Purbaya justru disambut positif oleh publik yang haus pejabat berprinsip. Ia mungkin bukan tipe yang lembut, tapi jelas tahu siapa pemilik sah dompet negara.

“Saya cuma manut Presiden,” ucapnya tegas.

Dalam politik fiskal, ucapan itu lebih tajam dari angka defisit dan tampaknya cukup membuat siapa pun berpikir dua kali sebelum mencoba “meminjam” sepeser pun dari APBN.***

SHARE DISINI!