KOTA BEKASI – Ratusan anggota ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu Jakarta Raya (Grib Jaya) menggeruduk Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bekasi mereka menjadikan halaman korp adhyaksa itu menjadi panggung audit rakyat, Kamis (16/10/2025).
Yang diusut bukan hantu, tapi proyek pengadaan 43 unit mobil jenazah jenis APV GL senilai Rp13 miliar milik Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi Tahun Anggaran 2024.
“Kalau mobilnya buat jenazah, tolong jangan sampai anggarannya juga ikut ‘mati’ di jalan,” teriak salah satu orator Grib Jaya dari atas mobil komando, disambut tepuk tangan dan tawa getir peserta aksi.
Proyek Hidup dari Jalur Langit
Menurut Grib Jaya, proyek pengadaan itu penuh kejanggalan yang bahkan malaikat pencatat amal pun mungkin butuh kacamata tambahan untuk membacanya.
Pengadaan dilakukan melalui mekanisme E-Katalog, tapi perusahaan pemenang, PT Sukses Senang Makmur, diduga tidak terdaftar sebagai penyedia aktif di sistem E-Katalog 5.0 (Inaproc) untuk produk ambulance jenazah APV GL.
“Kalau bukan lewat katalog, berarti lewat langit. Jalur malaikat mungkin,” sindir juru bicara Grib Jaya dalam keterangan persnya.
Mereka menuding, proyek tersebut melanggar Pasal 71 Perpres RI Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, yang mewajibkan semua kegiatan e-katalog menggunakan penyedia dan produk terverifikasi.
Tak berhenti di situ, alamat perusahaan pemenang tender disebut fiktif alias tak bisa ditemukan secara fisik.
“Kami sudah datangi alamatnya, tapi yang ada cuma udara dan papan nama yang tidak pernah lahir,” ungkap salah satu anggota Grib Jaya di lokasi aksi.
Masalah kian berbau ketika Grib Jaya membandingkan harga kontrak dan harga pasar. Dalam kontrak, satu unit Suzuki APV GL dibanderol Rp312,5 juta.
Namun, berdasarkan data dari diler resmi Suzuki di Bandung, harga asli hanya sekitar Rp257,5 juta.
Artinya, ada selisih Rp54,9 juta per unit, atau total kerugian negara sekitar Rp2,36 miliar. Selisih itu cukup untuk membeli setidaknya 8 unit mobil jenazah tambahan, atau satu kantor kelurahan ber-AC dengan Wi-Fi stabil jika mau berpikir hidup, bukan mati.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Bekasi, Ryan Anugrah, keluar menemui massa dan menerima perwakilan Grib Jaya untuk berdialog. Suasana sempat memanas, tapi tak sampai berujung drama.
Setelah mendapat jaminan bahwa laporan mereka akan ditindaklanjuti, massa perlahan membubarkan diri dengan tertib.
“Kami percaya Kejari masih punya oksigen untuk menegakkan keadilan. Tapi kalau tidak, kami siap pasok tabungnya,” ujar salah satu orator menutup aksi, disambut gelak tawa.
Mobil Jenazah, Anggaran yang Mati Suri
Kasus ini menambah daftar panjang pengadaan barang ‘aneh-aneh’ di level daerah yang kerap berakhir seperti jenazah di rumah duka: dibungkus rapi, diserahkan ke publik, tapi tak pernah diperiksa penyebab kematiannya.
Jika dugaan itu terbukti, maka mobil jenazah seharga miliaran rupiah itu bukan sekadar kendaraan terakhir manusia tapi juga simbol kematian moral di jalur administrasi.
Aksi massa Grib Jaya menggeruduk Kejari Bekasi menuntut kejelasan pengadaan 43 mobil jenazah Rp13 miliar. Mobilnya untuk mayat, tapi aroma hidup korupsinya tercium menyengat.***