KOTA BEKASI — Ketua DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kota Bekasi, Rizki Topananda, mengucapkan selamat memperingati Hari Santri Nasional 2025. Namun, ucapan itu tak sekadar basa-basi seremonial Rizki menyelipkan sindiran halus namun tajam, pesantren jangan cuma dijadikan objek hibah, tapi harus dilibatkan dalam pembangunan bangsa.
“Selama ini, bantuan untuk pesantren masih sebatas dana hibah. Pesantren jadi seperti anak kos yang dikasih amplop, bukan mitra strategis,” ujar Rizki kepada Wawai News, Selasa (22/10/2025).
Politikus muda yang juga Sekretaris Komisi I DPRD Kota Bekasi itu menegaskan, pemerintah harus lebih serius mengimplementasikan UU No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Undang-undang itu, katanya, bukan pajangan di rak hukum, melainkan pintu gerbang kemandirian pesantren di era modern.
“PKB sejak awal menginisiasi UU Pesantren. Bahkan Kota Bekasi jadi daerah pertama punya Perda Santri. Tapi ya… pelaksanaannya masih seperti santri ngantuk waktu subuhan hadir, tapi belum sadar penuh,” sindir Rizki, yang juga alumnus pesantren di Bekasi dan Bandung.
Santri, Dari Surau ke Senayan
Rizki menyoroti bahwa santri bukan sekadar pelantun shalawat di mimbar mushola. Mereka adalah penjaga moral bangsa yang ikut merekatkan merah putih sejak zaman resolusi jihad.
“Dari pesantren lahir para pejuang, intelektual, bahkan mantan menteri dan wakil presiden. Jadi jangan pandang santri itu cuma bisa ngaji. Mereka bisa jadi pemimpin, asal diberi ruang,” tegasnya.
Ia menambahkan, fungsi pesantren kini tak hanya pendidikan dan dakwah, tapi juga pemberdayaan masyarakat. Karena itu, pembangunan daerah mesti melibatkan lembaga-lembaga pesantren dalam perencanaan sosial-ekonomi.
“Kalau pemerintah mau Bekasi jadi kota berperadaban, jangan alergi sama sarung. Undanglah pesantren duduk bareng, bukan cuma diundang buat baca doa pembuka rapat,” katanya dengan senyum penuh makna.
Rizki juga mengingatkan bahwa lahirnya Peraturan Presiden No. 21 Tahun 2021 serta sejumlah Peraturan Menteri Agama belum otomatis menjamin pesantren mendapat perlakuan adil.
“Regulasi itu bagus, tapi kalau nggak dijalankan daerah, sama aja kayak kitab kuning di rak—berdebu tapi suci,” kelakarnya.
Ia mendorong agar Pemkot dan DPRD Kota Bekasi segera memperkuat Perda dan Perwal tentang Pesantren, dengan menitikberatkan pada pembinaan, pemberdayaan, rekomisi, afirmasi, dan fasilitasi.
“Ini bukan soal bantuan tahunan, tapi soal keberlanjutan. Kalau pesantren dibina dengan serius, Bekasi bisa lahirkan santri yang bukan cuma hafal Qur’an, tapi juga bisa bikin kebijakan publik,” ujarnya.
Di akhir perbincangan, Rizki menyelipkan pesan lembut namun mengena, santri itu cermin bakti.
“Santri diajarkan untuk hormat kepada guru dan orang tua. Dan saya masih meyakini, negeri ini akan tetap tegak karena doa orang tua dan keikhlasan para santri,” tutur Rizki Top sapaan akrabnya.
Dengan gaya khasnya yang santai namun penuh makna, Rizki menutup dengan refleksi “Kalau negeri ini punya lebih banyak pemimpin yang jiwanya disetrika di pesantren sebelum terjun ke lapang, mungkin korupsi sudah malu sendiri.”***