OKI — Aroma ketegangan sempat menyelimuti Desa Cahaya Bumi, Kecamatan Lempuing, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan. Bukan karena kabar maling sawit, tapi karena kabar sembilan prajurit TNI diduga menganiaya Kepala Desa Cahaya Bumi, Komaruddin, dan kakaknya, Zainal Abidin, pada Sabtu (19/10/2025) sore.
Keduanya kini masih dirawat di Rumah Sakit Hermina Palembang. Komaruddin, yang biasanya jadi tumpuan warga soal urusan administrasi dan bantuan pupuk, kini harus bergantung pada selang infus dan doa kesembuhan.
“Saya masih dirawat di RS Hermina Palembang. Dada saya sakit, kalau batuk keluar darah,” ujar Komaruddin pelan, dalam nada yang lebih mirip laporan medis ketimbang pernyataan politik.
Laporan Sawit Berujung Laga
Ceritanya sederhana, khas kisah desa yang tenang namun berpotensi drama. Bermula dari laporan bahwa seorang warga ditangkap pihak keamanan perusahaan sawit karena dituduh mencuri.
Sang kades merasa perlu turun tangan seperti pahlawan lokal yang tak tahu akan jadi korban berikutnya.
“Dapat kabar ada warga dituduh mencuri. Jadi saya ke sana, seorang diri,” kata Komaruddin, mengingat momen yang seharusnya jadi mediasi tapi berubah jadi tragedi.
Entah bagaimana, dari niat melerai malah berujung lebam. Laporan berkembang cepat di media lokal, dan akhirnya sampai ke meja Komando Daerah Militer (Kodam) II/Sriwijaya.
Kodam: Minta Maaf dan Siap Proses
Pihak Kodam II/Sriwijaya langsung merespons. Melalui Kapendam II/Sriwijaya, Letkol Inf Yordania, mereka mengakui adanya dugaan penganiayaan oleh anggotanya dari satuan Brigif 8/Garuda Cakti.
“Kami atas nama Kodam II Sriwijaya memohon maaf sebesar-besarnya kepada korban, keluarga korban, dan masyarakat OKI,” ujar Yordania, menegaskan nada penyesalan resmi yang kini menjadi kalimat wajib setiap kali oknum bikin ulah.
Menurut Yordania, sembilan prajurit telah diperiksa di Subdenpom Prabumulih dan kini dibawa ke Denpom Palembang untuk pemeriksaan lanjutan.
Kalimat “akan diproses sesuai hukum” pun muncul, seperti tombol otomatis setiap kali institusi berseragam mencoba menenangkan publik.
“Pangdam II Sriwijaya sangat kecewa. Tidak ada pembenaran sama sekali atas tindakan ini. Ini perbuatan yang tidak bisa dibenarkan,” tegasnya, kali ini dengan nada lebih keras dari barisan hormat pas apel pagi.
Janji Transparansi dan Biaya Pengobatan
Dalam pernyataan yang sama, Kodam menegaskan akan menanggung seluruh biaya pengobatan korban, mendampingi hingga pulih, serta membuka proses hukum secara transparan.
“Tidak ada istilah melindungi anggota yang terbukti bersalah. Kita tunggu hasil pemeriksaan, dan hukum akan berjalan,” ujar Yordania, seolah ingin memastikan publik bahwa “oknum” kali ini benar-benar akan berhadapan dengan konsekuensi.
Namun publik tetap menunggu, sebab sejarah tahu kata oknum sering kali lebih panjang hidupnya daripada pelaku.
Kejadian di Lempuing ini jadi bahan perbincangan hangat. Dari yang serius mempertanyakan etik militer, hingga warganet yang menyindir bahwa “sawit memang licin, tapi hukum tak boleh ikut licin.”
Bagi warga Cahaya Bumi, kasus ini bukan sekadar soal pemukulan. Ini tentang rasa aman di kampung sendiri tentang seorang kades yang berniat melerai malah harus menahan nyeri. Tentang harapan bahwa hukum di negeri ini tidak berhenti di kata “akan diproses”.
Sembilan prajurit kini berada di bawah pengawasan Denpom Palembang. Kades Komaruddin masih menjalani perawatan dengan kondisi mulai membaik, meski trauma belum tentu sembuh secepat luka.***