LAMPUNG – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tampaknya mulai kehilangan kesabaran terhadap kinerja jajaran Bea Cukai di Provinsi Lampung. Bukan tanpa sebab peredaran rokok ilegal di Bumi Ruwa Jurai kini bahkan dijual secara terang benderang, seolah hukum hanya berlaku bagi yang membayar cukainya tepat waktu.
Dalam pernyataannya, Purbaya secara blak-blakan menyoroti lemahnya pengawasan di lapangan. Ia menyebut rokok ilegal bermerek Rastel dan sejumlah merek lain kini beredar bebas di toko grosir dan agen besar, khususnya di wilayah Bandar Jaya, Metro, hingga Kalianda.
“Rokok tersebut masih marak beredar secara terbuka di toko grosir dan agen besar. Mohon sangat, Pak, dilakukan tindakan tegas agar hal ini segera berakhir,” ujar Purbaya dengan nada jengah.
Ungkapan itu disampaikan lewat kanal laporan langsung “Lapor Pak Purbaya”, sebuah jalur komunikasi yang kini lebih sigap daripada meja birokrasi yang sering menunggu “nota dinas”.
Menanggapi sindiran sekaligus peringatan keras dari sang Menkeu, Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean B Bandar Lampung, Arif, buru-buru mengklaim telah melakukan pengawasan dan penindakan.
“Pastinya kita tindak lanjuti laporan tersebut, misal dengan lakukan cek lapangan, operasi pasar, dan sebagainya,” ujarnya, sebagaimana dikutip Wawai News, Selasa (28/10/2025).
Kalimat “cek lapangan” tampaknya menjadi mantra sakti yang tak lekang oleh waktu di tubuh birokrasi entah lapangan mana yang dimaksud, dan siapa yang benar-benar memeriksa lapangan itu.
Sementara itu, Humas KPPBC Lampung, Yoko, menyebut laporan soal rokok ilegal itu sudah diteruskan ke pusat. Menurutnya, tindak lanjut telah dijalankan sesuai prosedur resmi.
“Laporan lengkap dari BC Lampung dan Kanwil BC Sumbagbar sudah disampaikan ke Menteri Keuangan, di mana menteri keuangan yang menyampaikan tindak-lanjutnya,” kata Yoko menjelaskan dilansir wawai news, atau mungkin, menjauhkan diri dari tanggung jawab langsung.
Ketika ditanya soal data penindakan, Yoko menegaskan pengawasan tetap berjalan. Namun, data detailnya seperti biasa “ada di bagian penindakan atau penyidikan” dan “sudah disampaikan ke pusat”.
Artinya, publik boleh tenang. Selama data sudah “di pusat”, maka semuanya aman—meski rokok ilegal terus beredar di kios sebelah rumah.
Purbaya sendiri menilai, laporan masyarakat lewat kanal Lapor Pak Purbaya menggambarkan keresahan nyata di lapangan. Dalam laporannya, pelapor menilai Bea Cukai Lampung belum menunjukkan keseriusan menangani masalah rokok ilegal.
“Belum ada penanganan khusus terkait beredarnya suplai rokok ilegal di Lampung, khususnya di wilayah Lampung Tengah dan Lampung Selatan,” tegas Purbaya.
Sindiran Menkeu ini bukan sekadar teguran. Di tengah upaya pemerintah menertibkan pendapatan negara dari cukai, peredaran rokok ilegal yang dibiarkan seperti ini ibarat kebocoran kas negara yang terjadi di depan mata dan di bawah hidung aparat pengawas.
Peredaran rokok ilegal di Lampung bukan cerita baru. Tapi kali ini, aroma asapnya lebih tebal. Ketika menteri harus turun tangan karena laporan WhatsApp masyarakat, itu artinya sistem pengawasan di daerah sedang “mati suri”.
Barangkali, sebelum masyarakat melapor lewat Lapor Pak Purbaya, sebaiknya Bea Cukai Lampung membuka kanal baru bernama “Laporkan Kami Kalau Kami Terlambat” biar urusan pengawasan tak harus menunggu semprotan langsung dari menteri.***











