Scroll untuk baca artikel
Head LineTANGGAMUS

Anggaran Publikasi Media di Tanggamus Anjlok, Dua Dinas Saling Lempar Bola

×

Anggaran Publikasi Media di Tanggamus Anjlok, Dua Dinas Saling Lempar Bola

Sebarkan artikel ini
Foto: Kepala Dinas Kominfo Tanggamus, Suhartono saat dikerumuni wartawan ketika memberi penjelasan terkait anggaran Advertorial tahun 2023 di depan kantor bupati, pada Senin 6 Oktober 2025

Kominfo: “Kami Hanya Pelaksana” — LPSE: “Kami Tunggu Perintah!”

TANGGAMUS — Di tengah maraknya upaya pemerintah daerah mendorong keterbukaan informasi publik, anggaran belanja publikasi media di Kabupaten Tanggamus justru mengalami “diet ketat”. Dari yang semula Rp4 miliar, kini hanya tinggal separuhnya: Rp2 miliar. Ironisnya, yang benar-benar terserap baru sekitar Rp300 juta kurang lebih seharga beberapa baliho besar di jalan protokol.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Tanggamus, Suhartono, menjelaskan bahwa kerja sama dengan media melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) tidak otomatis menjadi dasar belanja publikasi lewat e-Katalog.

“Penandatanganan MoU dengan media bukan dasar utama untuk belanja publikasi lewat e-Katalog. Semula anggarannya Rp4 miliar, dipangkas jadi Rp2 miliar. Di anggaran murni, realisasinya cuma sekitar Rp300 juta,” ujar Suhartono, Senin (3/11/2025).

BACA JUGA :  Mendagri: Pengangguran Jadi Salah Satu Penyebab Hoaks

Suhartono menambahkan, hingga kini Peraturan Bupati (Perbup) yang menjadi acuan standar harga publikasi, baik untuk media cetak, online, televisi, maupun radio, belum juga terbit.

“Standar harga itu sebenarnya diatur dalam Perbup. Tapi sayangnya Perbup-nya belum keluar,” katanya seolah menegaskan bahwa regulasi di Tanggamus lebih sering berlari di tempat ketimbang berjalan maju.

Namun yang menarik, Suhartono kemudian menegaskan bahwa Kominfo hanya pelaksana teknis, bukan pengambil keputusan.

“Kami di Kominfo hanya pelaksana. Mau belanja atau tidak, tergantung LPSE. Karena mereka yang melakukan klik pembelian di sistem,” tambahnya.

Sayangnya, penjelasan itu justru memantul balik. Pihak Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) membantah halus tudingan tersebut. Pejabat LPSE, Budi, menyebut bahwa lembaganya hanya menjalankan perintah resmi dari Kominfo.

BACA JUGA :  Paus Lima Meter Terdampar di Pantai Tengor Tanggamus

“Kami mengklik belanja media berdasarkan perintah dari Kominfo dan sesuai aturan yang sudah dibuat. Kalau tidak ada instruksi dari Kominfo, kami tidak bisa melakukan pengadaan,” tegasnya.

Maka publik pun kebingungan: siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas serapan anggaran yang minim Kominfo yang merasa ‘hanya pelaksana’ atau LPSE yang menunggu perintah?

Sementara bola tanggung jawab terus menggelinding, sejumlah perusahaan media lokal justru mulai merasakan efek domino. Mereka khawatir pemangkasan anggaran publikasi akan berdampak pada keberlanjutan kerja sama informasi publik di daerah.

“Kalau anggaran publikasi dipangkas segitu besar, bagaimana masyarakat bisa tahu program pemerintah daerah? Informasi publik butuh media, bukan hanya poster di dinding,” keluh seorang pimpinan media lokal.

Fenomena “anggaran anjlok, realisasi cekak, tanggung jawab menguap” ini seperti jadi masalah klasik birokrasi lokal semua mengaku bekerja sesuai aturan, tapi hasilnya nihil.

BACA JUGA :  24 Tahun Kabupaten Tanggamus, Beragam Prestasi Jadi Kado Istimewa  

Padahal di era digital, ketika keterbukaan informasi menjadi indikator demokrasi, pemerintah daerah justru tampak gagap komunikasi.

Ironinya, Kominfo yang sejatinya menjadi jembatan antara pemerintah dan publik kini malah terjebak dalam labirin administrasi yang tidak jelas ujungnya.

Lebih lucu lagi, ketika semua pihak sibuk menunggu satu hal yang disebut klik LPSE, seolah masa depan keterbukaan informasi di Tanggamus hanya bergantung pada satu tombol di layar komputer.

Apakah keterbukaan informasi publik di Tanggamus juga sedang “dipangkas” bersama anggarannya?
Atau barangkali, transparansi kini berubah menjadi sekadar jargon yang ikut dihemat demi efisiensi birokrasi?

Sampai Perbup yang dijanjikan itu turun, satu hal pasti: anggaran publikasi boleh berkurang, tapi kebingungan birokrasi di Tanggamus justru bertambah tebal.***