Scroll untuk baca artikel
Zona Bekasi

Pemkot Bekasi Akui Tak Mampu Bayar Ganti Rugi Tanah Pasar Semi Pondok Gede, Meski Tunduk pada Putusan MA

×

Pemkot Bekasi Akui Tak Mampu Bayar Ganti Rugi Tanah Pasar Semi Pondok Gede, Meski Tunduk pada Putusan MA

Sebarkan artikel ini
Suasana di Pasar Semi Pondok Gede, Kota Bekasi yang berdiri diatas lahan sengketa seluas 4500 meter persegi - foto doc

KOTA BEKASI — Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi menyatakan siap mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) terkait sengketa lahan Pasar Semi Induk Pondok Gede. Namun, dalam surat resmi yang ditandatangani Wali Kota Bekasi Tri Adhianto Tjahyono tertanggal 5 Agustus 2025, pemerintah daerah mengakui belum mampu memenuhi pembayaran ganti rugi kepada ahli waris karena keterbatasan kemampuan keuangan daerah.

Surat bernomor 100.3/3491/SETDA.Huk yang ditujukan kepada Firma Hukum Aura Keadilan itu merupakan jawaban atas permohonan pembayaran tanah milik almarhum Hamid bin Adah, yang kini menjadi lokasi berdirinya Pasar Semi Induk Pondok Gede.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Dalam surat tersebut, Wali Kota Bekasi menegaskan, Pemkot tunduk dan patuh terhadap putusan perkara Peninjauan Kembali Nomor 315 PK/Pdt/2025, yang mengharuskan pemerintah mengembalikan tanah seluas 4.500 meter persegi kepada ahli waris, serta membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp5 juta per hari keterlambatan.

“Pemerintah Kota Bekasi tunduk dan patuh pada putusan perkara aquo dan akan menyerahkan lahan objek sengketa seluas 4.500 m² sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku,” tertulis dalam surat tersebut.

Tanah yang disengketakan terletak di Jalan Raya Hankam, RT 001/RW 002, Kelurahan Jatirahayu, Kecamatan Pondok Melati, dengan batas-batas yang disebutkan secara rinci dalam surat jawaban itu.

BACA JUGA :  Wali Kota Bekasi Kalahkan Robot Catur, Museum Utut Adianto Jadi “Skak Mat” Baru Dunia Wisata Edukatif

Akui Belum Mampu Bayar Ganti Rugi

Meski menyatakan tunduk pada putusan, Pemkot Bekasi secara terbuka mengakui belum dapat memenuhi kewajiban pembayaran ganti rugi, dengan alasan keterbatasan kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

“Dengan mempertimbangkan kemampuan APBD Pemerintah Kota Bekasi, kondisi ekonomi terkini dan analisis perekonomian, Pemerintah Kota Bekasi tidak dapat memenuhi permohonan Saudara melakukan pembayaran atas tanah aquo,” tulis Tri Adhianto.

Pernyataan ini menunjukkan sikap Pemkot yang berupaya menghormati keputusan hukum namun menghadapi kendala fiskal dalam pelaksanaannya.

Klaim Masih Ada Lahan Milik Pemkot

Dalam poin berikutnya, surat tersebut juga menjelaskan bahwa masih terdapat sebagian lahan di lokasi pasar yang berstatus milik Pemerintah Kota Bekasi.

Hal ini didasarkan pada Sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Nomor 36 atas nama Pemkot Bekasi, tercatat dalam Kartu Inventaris Barang (KIB) A Nomor Induk Barang 1.844 tahun 2008 milik Dinas Perdagangan dan Perindustrian.

Dari total lahan pasar seluas 5.779 m², sebanyak 1.279 m² di antaranya masih menjadi aset sah pemerintah daerah.

“Masih terdapat sisa tanah yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Bekasi seluas 1.279 m² kiranya dapat diselesaikan,” demikian isi surat sebagaimana dilansir wawai news., Selasa 4 November 2025.

BACA JUGA :  SIMAK! Inilah Alasan Warga Duren Jaya Nyatakan Dukungan untuk Tri Adhianto

Bangunan Pasar Masih Terikat Perjanjian

Surat tersebut juga menyebut bahwa di atas lahan objek sengketa terdapat bangunan pasar yang masih terikat perjanjian kerja sama dengan pihak ketiga, sesuai Perjanjian Nomor 117 Tahun 2020 dan Addendum 04/PKS/PSI/KAP/VII/2020 yang berlaku sejak 1 September 2020.

Karena itu, Pemkot Bekasi menyarankan agar pelaksanaan penyerahan lahan dan penyelesaian sengketa dilakukan melalui komunikasi lebih lanjut dengan mempertimbangkan aspek hukum dan kontraktual yang masih berjalan.

Dalam penutup suratnya, Tri Adhianto menyampaikan komitmen Pemkot Bekasi untuk menyelesaikan persoalan lahan tersebut secara baik dan sesuai hukum, dengan melibatkan seluruh pihak terkait.

“Kami sarankan agar hal ini dapat dikomunikasikan secara baik,” tulisnya.

Surat tersebut juga ditembuskan kepada Ketua Pengadilan Negeri Bekasi, Wakil Wali Kota Bekasi, Sekretaris Daerah, dan Inspektur Kota Bekasi sebagai bentuk laporan resmi atas sikap pemerintah daerah.

Latar Belakang Sengketa

Sengketa ini bermula dari gugatan ahli waris Hamid bin Adah, yang menuntut pengembalian tanah seluas 4.500 m² di kawasan Jatirahayu, Pondok Melati, yang sejak 1973 dipinjam pakai oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk pembangunan Pasar Sederhana Pondok Gede.

Perjanjian pinjam pakai berakhir pada 1991, namun tanah tak pernah dikembalikan.

BACA JUGA :  Kota Bekasi Butuh 7.078 Pengawas TPS untuk Pemilu 2024

Setelah melalui proses panjang di Pengadilan Negeri Bekasi, Pengadilan Tinggi Bandung, hingga Mahkamah Agung, seluruh jenjang peradilan menyatakan Pemkot Bekasi bersalah melakukan perbuatan melawan hukum dan menghukum pemerintah mengembalikan tanah beserta ganti rugi total Rp11,2 miliar.

Surat resmi Wali Kota Bekasi ini menjadi bentuk pengakuan pertama Pemkot terhadap kekuatan hukum tetap (inkracht) putusan Mahkamah Agung Nomor 315 PK/Pdt/2025.

Baskoro Ketua LINAP menanggapi surat balasan Pemkot Bekasi itu, mengakui jika surat itu menunjukan kendala serius fiskal dan administratif yang bisa memperlambat eksekusi putusan.

“Bagi ahli waris, surat ini bisa dianggap sinyal positif bahwa pemerintah tidak lagi mengelak dari kewajiban hukum. Tapi, sampai kapan ada kepastiaan sementara putusan MA jelas, ada beban yang dikenakan kepada pemerintah setiap hari jumlahnya bukan kaleng-kaleng,”tegas Baskoro.

Menurut dia, jika Pemkot terus menunda, bukan hanya melawan hukum, tapi juga membebani anggaran daerah. Ini jelas kelalaian administratif yang bisa berujung pada dugaan penyalahgunaan wewenang. Ini akan menambah kerugian negara jika diperlambat penyelesaiannya.

“Karena argo denda jalan terus,”ingat itu tegas Baskoro.

Tinggal satu persoalan yang tersisa kapan rakyat pemilik sah tanah itu benar-benar mendapat haknya bukan hanya janji di atas kertas.***