Scroll untuk baca artikel
PendidikanZona Bekasi

Ijazah Ditahan karena Tunggakan Rp3 Juta, Pemuda Bekasi Empat Tahun Jadi Kernet

×

Ijazah Ditahan karena Tunggakan Rp3 Juta, Pemuda Bekasi Empat Tahun Jadi Kernet

Sebarkan artikel ini
Ijazah Ditahan
Ilustrasi Ijazah Ditahan - foto doc net

BEKASI – Dunia pendidikan di Kota Bekasi kembali memantik tanda tanya besar, sebenarnya ijazah itu dokumen negara atau barang cicilan?

Pertanyaan itu muncul setelah seorang pemuda, Rifeb (22), warga Sepanjang Jaya, Rawalumbu, mengaku tidak bisa mengambil ijazah SMK miliknya sejak lulus tahun 2021. Penyebabnya: tunggakan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) sekitar Rp3 juta.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Sementara masa depan melambat, waktu berjalan cepat dan selama empat tahun terakhir, Rifeb terpaksa bekerja sebagai kernet bus pariwisata di Karawang demi membantu ekonomi keluarga. Pekerjaan halal, tentu, tetapi jauh dari cita-citanya yang membutuhkan selembar ijazah yang kini tersandera administrasi.

“Anak saya sudah empat tahun lulus, Pak. Ijazahnya ditahan karena nunggak SPP tiga jutaan,” ujar Sumini, ibu Rifeb, seperti dikutip Wawai News, Selasa (18/11).

BACA JUGA :  Gelar Aksi, Jeko Minta Kejari Tangkap ex Kadispora Kota Bekasi Terkait Korupsi Alat Olah Raga

Sumini mengaku bingung. Tanpa ijazah asli, anaknya kesulitan melamar kerja yang lebih layak apalagi bermimpi melanjutkan ke perguruan tinggi.

Fenomena penahanan ijazah sebenarnya bukan berita baru. Setiap tahun, publik mendengar kasus serupa muncul di berbagai daerah, meski pemerintah sudah berkali-kali menegaskan: sekolah dilarang menahan ijazah, apa pun alasannya. Aturannya jelas, sanksinya ada. Sayangnya, implementasinya sering tumpul di lapangan seperti penghapus habis dipakai.

Menanggapi polemik ini, Wakil Kepala Sekolah berinisial AJaz memberikan penjelasan panjang lebar. Ia menyebut persoalan ijazah tertahan dan tunggakan administrasi bakal dibawa ke DPRD Jawa Barat untuk mencari solusi pendanaan. Menurutnya, nilai tunggakan di beberapa sekolah swasta tidak kecil bahkan disebut mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah.

BACA JUGA :  Gaji Honorer Puskesmas Bekasi Disunat: 21 Tahun Setia, Dibayar dengan Dalih dan Parkiran

AJaz menilai sekolah negeri lebih beruntung karena biayanya ditanggung pemerintah, sementara sekolah swasta harus bertahan dengan dana operasional yang sering pas-pasan. Karena itulah, ia berharap ada pihak yang bisa “menghadirkan solusi”, terutama agar sekolah swasta tetap bisa mendukung program pemerintah terkait kelancaran penerbitan ijazah.

Dengan nada diplomatis, AJaz juga mengimbau agar orang tua menyelesaikan kewajiban administrasi jika sudah memiliki rezeki, atau setidaknya mengajukan keringanan.

“Bisa diselesaikan secara personal dan internal. Tidak vulgar secara umum yang memicu keberatan sekolah, mengingat pada akhirnya yang pasang badan adalah alumni maupun masyarakat,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa pemerintah sebenarnya menyediakan bantuan untuk keluarga kurang mampu.

BACA JUGA :  Tegas! Walkota Bekasi Periksa Dugaan Pelanggaran Proposal Permohonan AC di Kelurahan Jatiraden

“Untuk keluarga yang kurang mampu kan sudah ada programnya, Mas, yaitu KIP. Silakan cek apakah alumni yang bersangkutan memiliki KIP atau tidak,” tutupnya.

Sementara itu, Rifeb tetap bekerja dari satu perjalanan bus ke perjalanan berikutnya, sembari berharap suatu saat bisa memegang kembali ijazah yang membuktikan ia pernah bersekolah.

Di negeri yang mengampanyekan pendidikan gratis, kisah Rifeb mengingatkan kita pada satu realitas lama: ketika pendidikan menjadi mahal, masa depan pun ikut berbayar.

Kalau cita-cita bisa dicicil, tentu banyak anak bangsa sudah mencicil harapan mereka sejak lama. Sayangnya, yang bisa dicicil justru tunggakan sekolah.***