JAKARTA — Polri akhirnya buka suara soal ribuan personel aktifnya yang bertugas di berbagai kementerian/lembaga (K/L). Hal ini bentuk transparansi seiring meningkatnya rasa penasaran publik yang belakangan terkait Polri berada di instansi sipil menyusul keputusan MK melarang Polri berkarir di Sipil.
Penjelasan disampaikan Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho, yang memastikan bahwa semua penempatan itu “on the record”, bukan “on the whisper”.
Menurut Sandi, tidak semua dari 4.351 personel yang bekerja di K/L menduduki jabatan strategis. “Yang manajerial itu sekitar 300-an. Angka 4.351 itu termasuk staf, ajudan, pengawal, dan fungsi pendukung lainnya. Jadi bukan semuanya jabatan sipil yang manajerial,” katanya.
Data resmi Polri per 16 November 2025 menunjukkan sekitar 300 anggota Polri berada pada jabatan eselon I hingga IV.
Sisanya sekitar 4.000 personel mengisi posisi nonstruktural, staf, penyidik, koordinator, asisten, ajudan, staf khusus, hingga pengawal daftar yang panjang, tapi dianggap normal dalam ekosistem birokrasi Indonesia yang gemar dengan posisi “pendukung”.
Fenomena ini kembali memantik diskusi publik karena jumlah personel Polri di K/L dianggap begitu besar hingga beberapa kementerian tampak seperti sedang menjalankan program Police Everywhere.
Mekanisme: Harus Ada Permintaan, Asesmen, dan Keputusan Presiden
Sandi menjelaskan bahwa seluruh penugasan dilakukan melalui prosedur resmi. Tidak ada mekanisme “nomor WhatsApp Kapolri” atau “pesan singkat antar pejabat”.
Alurnya cukup formal:
- Kementerian/Lembaga mengajukan permintaan kepada Kapolri.
- SSDM Polri melakukan asesmen untuk mencari kandidat yang paling sesuai.
- Kandidat dihadapkan ke K/L pemohon untuk kecocokan (semacam matchmaking profesional).
- Untuk jabatan tinggi seperti JPT Utama dan Madya, penempatannya diputuskan oleh Presiden.
- jabatan di bawahnya ditetapkan oleh Menteri terkait atau pimpinan lembaga.
Atau dengan kata lain: tidak ada personel Polri yang bisa tiba-tiba nongol di sebuah kementerian hanya bermodal surat internal.
“Keputusan untuk personel Polri duduk di kementerian/lembaga adalah keputusan Presiden, bukan surat penugasan Kapolri,” tegas Sandi seolah mengantisipasi publik yang berpikir keputusan tersebut bisa datang dari fotokopi lembaran memo dadakan.
Menunggu Kajian Lanjutan Pasca Putusan MK
Sandi menambahkan bahwa seluruh mekanisme ini juga akan dibahas lebih rinci oleh tim pokja yang dibentuk untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi. Tujuannya agar aturan soal penugasan personel di K/L tidak menjadi “peraturan karet” yang mudah ditarik ke segala arah.
Kajian ini diharapkan bisa menjawab pertanyaan publik yang sudah lama menggantung: berapa banyak sebenarnya personel Polri yang dibutuhkan negara di instansi sipil, dan seberapa sering penempatannya benar-benar soal kebutuhan bukan tradisi?
Untuk sekarang, Polri memastikan satu hal, semua penugasan dilakukan lewat jalur resmi, bukan jalan tikus birokrasi.













