TANGGAMUS – Proyek perkuatan tebing Sungai Way Awi di Pekon Kandang Besi, Kecamatan Kota Agung Barat, Kabupaten Tanggamus, memantik sorotan publik. Pekerjaan senilai Rp2,780 miliar yang bersumber dari APBD Provinsi Lampung ini diduga kuat tidak memenuhi spesifikasi teknis, bahkan terindikasi dikerjakan tanpa pengawasan memadai.
Proyek yang berada di bawah Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Lampung dengan masa kontrak 120 hari ini dilaksanakan oleh CV. Karya Tunang & Co, menggunakan skema kontrak gabungan lumpsum dan harga satuan.
Namun kondisi di lapangan jauh dari ekspektasi proyek bernilai miliaran. Temuan dugaan penyimpangan teknis berseliweran dan mudah dilihat secara kasat mata.
Pada struktur utama bronjong, material batu yang digunakan tampak jelas berukuran kecil-kecil, padahal secara teknis bronjong memerlukan batu besar dan padat agar dapat menahan tekanan arus sungai.
Penggunaan batu berukuran kecil bukan sekadar kelalaian, melainkan risiko serius, bronjong bisa runtuh saat debit meningkat atau saat terjadi kikisan tebing.
“Lihat saja, batu-batunya kecil. Itu bukan material untuk proyek miliaran. Kalau arus besar, bisa jebol.” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya, Sabtu 22 November 2025.
Kesalahan lain yang dinilai fatal juga ditemukan. Pada bagian belakang bronjong, timbunan justru menggunakan krokos material bercampur pasir dan kerikil yang gampang hanyut.
Padahal standar konstruksi mensyaratkan tanah merah yang lebih solid agar struktur benar-benar “ngunci” dan tidak mudah amblas.
“Harusnya tanah merah. Kalau krokos itu gampang tergerus air dan longsor. Ini seperti dikerjakan tanpa acuan gambar kerja,” kata warga lain.
Indikasi lain yang memperkuat dugaan kekacauan proyek ini adalah ketiadaan pengawasan. Warga sekitar mengaku hampir tidak pernah melihat pihak rekanan, konsultan, atau pengawas dari instansi terkait hadir rutin di lokasi.
Akibatnya, pekerjaan tampak berjalan serampangan dan asal jadi, tanpa kontrol kualitas.
Konstruksi perkuatan tebing bukan proyek sembarangan. Kesalahan material dan pelaksanaan bisa berujung pada, longsor pada tebing, kerusakan lingkungan sungai, dan ancaman keselamatan warga sekitar aliran sungai.
Jika dugaan penggunaan material di bawah standar benar, maka proyek ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mengancam fungsi konstruksi jangka panjang.
Hingga berita ini diterbitkan, tidak ada keterangan resmi dari Dinas SDA Provinsi Lampung maupun pihak kontraktor terkait dugaan kesalahan teknis dan material ini.
Mengingat besarnya nilai anggaran dan urgensi keamanan konstruksi, pemerintah provinsi perlu segera melakukan audit lapangan, memverifikasi ulang seluruh volume dan spesifikasi pekerjaan, serta memanggil kontraktor untuk mempertanggungjawabkan potensi pelanggaran.
Mutu konstruksi adalah harga mati, dan proyek publik bukan ruang kompromi, apalagi jika menyangkut keselamatan masyarakat. ***











