TANGGAMUS – Pelarian JN (55), pelaku penganiayaan berat di Pekon Wonosobo, akhirnya berakhir pada Sabtu (22/11/2025) pukul 20.00 WIB. Bukan karena pengejaran intensif, bukan juga karena operasi besar-besaran, tetapi karena satu hal sederhana, keluarga sudah tidak mau ikut repot.
Pelaku datang diantar kerabat, setelah polisi dan keluarga menjalankan “pendekatan persuasif” sebuah istilah lembut yang dalam praktiknya sering berarti mencari pelaku sambil memastikan kampung tidak heboh duluan.
Kasat Reskrim Polres Tanggamus AKP Khairul Yasin Ariga menyebut langkah humanis dipilih agar proses penyidikan tidak berubah menjadi tontonan liar.
“Pelaku menyerahkan diri setelah pendekatan persuasif bersama keluarga. Kami mengutamakan cara-cara humanis,” ujarnya mewakili Kapolres, Minggu (23/11/2025).
Pihak kepolisian bahkan memberikan apresiasi kepada keluarga pelaku yang kali ini berperan lebih cepat daripada rumor warga. Dalam banyak kasus serupa, keluarga justru sering menjadi benteng terakhir pelarian. Dalam kasus ini, mereka justru menjadi petugas antar-jemput menuju sel tahanan.
Penganiayaan terjadi pada 14 November 2025 pukul 09.30 WIB. Cekcok bisnis kayu dan upah antara pelaku dan korban berubah menjadi insiden serius setelah pelaku yang diketahui selalu menyelipkan pisau garpu di pinggang belakang menikam korban tiga kali.
Kebiasaan membawa pisau itu sendiri sudah menjadi pertanyaan investigatif, kenapa seseorang berjalan-jalan dengan pisau garpu setiap hari? Kebiasaan waspada? Atau masalah yang tidak pernah selesai dengan cara normal?
Korban Johan Rasid (55) mengalami luka tusuk di perut kiri, dada kiri, serta luka sayatan di lengan dan tangan. Alur perawatannya berpindah-pindah dari satu fasilitas kesehatan ke fasilitas lain, menunjukkan beratnya luka dan kekacauan medis yang harus dilalui.
Setiba di Polres, pelaku dan barang bukti langsung diamankan, pisau garpu, sarung pisau, sandal jepit, celana hitam, dan kemeja biru muda. Semua lengkap, sayangnya selalu lengkap setelah kejadian.
Ini menjadi catatan rutin dalam banyak kasus penganiayaan di daerah, alat kejahatan baru menjadi barang bukti setelah digunakan, bukan dicegah sebelum jatuh ke tubuh korban.
JN kini dijerat Pasal 351 ayat 2 KUHP tentang penganiayaan berat, dengan ancaman lima tahun penjara. Ancaman yang terdengar tegas di atas kertas, meskipun publik tahu bahwa proses hukum di lapangan kerap tidak sesederhana rumus pasal.
Kasus ini setidaknya menutup babak pelarian singkat seorang lelaki yang lebih percaya pada pisau garpu ketimbang dialog. Dan ketika akhirnya menyerah, bukan pengejaran yang memaksa, tetapi desakan keluarga yang tak ingin masalah ini menjalar lebih jauh.
Dalam catatan investigatif, kisah JN bukan hanya tentang penusukan, tetapi tentang kultur membawa senjata, emosi yang lebih cepat dari logika, dan realitas penegakan hukum yang sering bergantung pada siapa yang paling dulu lelah, pelaku, keluarga, atau aparat. ***












