Scroll untuk baca artikel
Sosial

Bekasi dan Drama Bansos Tak Berkesudahan: Kini Giliran Nenek Sukmawaty Masuk Panggung Ketidakadilan

×

Bekasi dan Drama Bansos Tak Berkesudahan: Kini Giliran Nenek Sukmawaty Masuk Panggung Ketidakadilan

Sebarkan artikel ini
Sukmawaty (63) warga Pondok Melati, Kota Bekasi

KOTA BEKASI – Seolah tak pernah belajar dari episode lama, persoalan klasik Kota Bekasi kembali muncul ke permukaan: pendataan bantuan sosial yang amburadul.

Setelah kasus Maryati yang menjadi sorotan di Bekasi Utara karena tak pernah tersentuh bantuan, kini perhatian bergeser ke wilayah Pondok Melati. Nama berikutnya dalam daftar panjang warga terabaikan adalah Nenek Sukmawaty, 63 tahun, warga RT 001/RW 013 Kelurahan Jatirahayu.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Hidup Sederhana, Mengurus Cucu, tapi Tak Pernah Masuk Radar Bansos

Sukmawaty yang tinggal di sebuah gang kecil di pinggir jalan itu menghabiskan masa tuanya dengan mengurus anaknya yang janda dan beberapa cucunya yang masih bersekolah. Dengan seluruh beban itu, ia tak pernah sekalipun menerima bantuan sosial dari pemerintah baik BPNT, PKH, BLT, BST, maupun skema lain yang seharusnya menyasar warga rentan.

BACA JUGA :  Bansos Dampak Covid-19 di Lamtim, Penerima Sesuai Usulan Kades

Bertahun-tahun mengajukan lewat RT, RW, kelurahan, hingga kecamatan, jawaban yang diterima hanya satu: “Tunggu saja, Bu.”

Tunggu apa? Tak seorang pun menjelaskan.

Tanpa Bansos, Tanpa Kepastian, Tapi Tetap Bertahan

Untuk bertahan hidup, Sukmawaty berjualan es plastik dan gorengan cireng seadanya. Bukan usaha yang menjanjikan, tapi cukup untuk sekadar makan hari itu dan memutar modal besok pagi.

Nenek sudah 63 tahun, jualan es dan cireng hasilnya pas-pasan. Itu pun kalau laku,” kata seorang warga kepada Wawai News, menyampaikan keresahannya setelah melihat kasus serupa pada Maryati.

Anak Janda, Cucu Sekolah, Tapi Negara Seolah Tak Melihat

Ayu, anaknya yang janda, membenarkan bahwa ibunya tak pernah merasakan satu pun bantuan pemerintah.

BACA JUGA :  Golkar Jakarta Timur Bantu Korban Kebakaran Duren Sawit

Padahal, kondisi keluarga mereka romantis sekali bagi kategori “layak dibantu” lansia, tanpa penghasilan tetap, tanggungan cucu, dan tinggal di gang sempit.

Di tengah kondisi itu, Ayu berusaha membantu ibunya berdagang. Bukan karena punya kelebihan rezeki, tetapi karena tidak tega melihat ibunya yang renta masih mengangkut ember es untuk dijual.

Ayu menegaskan, mereka tak pernah diberi penjelasan apakah ibunya dianggap layak menerima bantuan atau tidak. Yang ada hanya imbauan standar, “Nanti ya, Bu… tunggu saja.”

Ironisnya, warga kerap melihat penerima bantuan yang kondisi ekonominya justru jauh lebih baik.

Menurut keterangan pendidik sekaligus pendamping warga, Chandra Gunawan, permohonan PKH dan bantuan lainnya sudah diajukan beberapa kali, tetapi hingga hari ini tidak ada kabar.

BACA JUGA :  Daerah Didorong Usulkan Sosok Pahlawan Nasional

Hidup Tanpa Bansos, Tanpa Jaminan Kesehatan

Pada 63 tahun, Sukmawaty sudah menjanda sejak 2016. Penghasilan tetap? Tidak ada. Bantuan jaminan kesehatan? Juga tidak pernah.

Yang pernah diterima hanyalah BLT sekali, itupun Rp 300 ribu, bertahun-tahun lalu—setara satu minggu belanja dapur di Bekasi.

Harapan Sederhana dari Nenek Sukmawaty

Bukan minta rumah mewah, bukan minta bansos setiap bulan. Yang diinginkan Sukmawaty hanyalah modal kecil untuk berdagang di depan rumah, agar bisa bertahan tanpa merepotkan orang lain.

Apakah ia layak menerima bansos? Jika iya, mengapa tak kunjung diproses? Jika tidak, tolong jelaskan supaya ia berhenti menunggu angin.***