Scroll untuk baca artikel
Budaya

Nyusung Kebayan di Way Kandis: Ketika Adat Bertemu dan Keluarga Menyatu

×

Nyusung Kebayan di Way Kandis: Ketika Adat Bertemu dan Keluarga Menyatu

Sebarkan artikel ini
Prosesi adat Nyusung Kebayan yang mempersatukan adat Lampung Pesisir dan Lampung Pepadun berlangsung khidmat dan sarat makna, Minggu (19/12/2025), di Way Kandis, Kota Bandar Lampung - Foto RUSLAN

LAMPUNG – Di tengah arus modernisasi yang kerap menyingkat adat menjadi sekadar foto seremonial, Pekon Way Kandis justru menghadirkan pengecualian. Prosesi adat Nyusung Kebayan, yang mempersatukan adat Lampung Pesisir dan Lampung Pepadun, berlangsung khidmat, penuh makna, sekaligus hangat oleh kebersamaan, Minggu (19/12/2025).

Prosesi ini merupakan bagian dari rangkaian penjemputan calon pengantin perempuan, Haveralisa, S.Pd, bergelar Batin Tukuhan, putri dari Usman, dengan calon pengantin laki-laki Briptu Yogagasta Nanda Pranata, bergelar Batin Marga, putra dari Yuspi, yang berasal dari Pekon Padang Ratu, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Di Way Kandis, adat tidak sekadar dipertontonkan ia dijalani. Rangkaian dimulai dengan prosesi Bebatuy atau Sesimbatan, yang dilaksanakan oleh keluarga pihak calon pengantin laki-laki. Prosesi ini dipimpin oleh Basri, tokoh adat yang memahami silsilah dan tata adat Paksi Marga Pekon Padang Ratu.

BACA JUGA :  Kontroversi Hadi Barto, Kakon Way Panas yang Digerebek dan Diarak Warga di Pekon Padang Ratu

Bebatuy menjadi penanda etika adat: tamu tidak serta-merta masuk, melainkan terlebih dahulu menyatakan maksud dan menunjukkan penghormatan. Sebuah pelajaran sederhana namun bernilai tinggi bahwa dalam adat Lampung, sopan santun mendahului langkah.

Rangkaian berlanjut dengan prosesi Mosok, tradisi khas adat Lampung Pepadun yang wajib dilantunkan dalam setiap prosesi Nyusung Kebayan.

Di sinilah bahasa adat berbicara lebih lantang daripada pengeras suara. Mosok menjadi simbol kesungguhan, penghormatan, dan pernyataan terbuka bahwa dua keluarga besar kini dipersatukan bukan hanya oleh pernikahan, tetapi oleh adat yang dijunjung bersama.

BACA JUGA :  PKD Jabar 2024 di Taman Kota Lapangan Merdeka Kota Sukabumi

Prosesi demi prosesi berlangsung dalam suasana khidmat, namun jauh dari kesan kaku. Senyum, sapaan kekeluargaan, dan kebersamaan mewarnai jalannya acara menegaskan bahwa adat Lampung hidup bukan karena dihafal, melainkan karena dirawat dan dipraktikkan.

Harmonisasi adat Lampung Pesisir dan Pepadun tampak berpadu tanpa saling meniadakan. Tidak ada yang lebih tinggi, tidak ada yang dileburkan. Yang ada adalah kesepahaman: adat adalah ruang persatuan, bukan sekat perbedaan.

Atas kelancaran prosesi tersebut, Usman beserta keluarga besar dan panitia menyampaikan rasa syukur serta terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat, khususnya Minak Muakhi Saunyin Ni, yang berperan aktif menyukseskan rangkaian adat Nyusung Kebayan hingga berjalan lancar tanpa kendala.

BACA JUGA :  Dari Tarian sampai Kuliner Tapis, Pesenggiri 2025 Sukses Guncang Pariwisata Lampung

Prosesi Nyusung Kebayan ini bukan sekadar bagian dari tradisi pernikahan. Ia menjadi pengingat bahwa di Lampung, adat masih menemukan rumahnya di tengah masyarakat. Bahwa di saat banyak nilai tergerus waktu, ada tradisi yang tetap tegak menyatukan, bukan memisahkan.

Dan di Way Kandis, adat membuktikan satu hal penting: persatuan tidak selalu lahir dari pidato panjang, tetapi dari prosesi yang dijalani dengan hati.***