KOTA BANDUNG – Pemerintah pusat menegaskan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bukan proyek sepihak, melainkan kerja kolektif lintas level pemerintahan. Keberhasilan program ini, menurut Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, hanya bisa dicapai bila pusat dan daerah memahami peran masing-masing secara tegas tanpa saling menunggu, apalagi saling lempar tanggung jawab.
Hal itu disampaikan Zulhas saat memimpin Rapat Koordinasi MBG di Gedung Sate, Bandung, Rabu (17/12/2025), yang dihadiri Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi serta para kepala daerah dari 27 kabupaten/kota di Jawa Barat.
“Pelaku utama memang Badan Gizi Nasional (BGN), tapi jangan ada yang merasa jadi penonton. Gubernur, bupati, camat, kepala desa, kepala dinas, semuanya terlibat,” tegas Zulhas.
Perpres MBG Jadi Penegas Aturan Main
Zulhas menegaskan, pelaksanaan MBG kini telah memiliki payung hukum kuat melalui Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Program MBG. Perpres ini, kata dia, memperjelas alur kewenangan, mekanisme pengadaan, hingga integrasi rantai pasok pangan.
Salah satu poin penting adalah kewajiban penggunaan bahan baku dari koperasi, agar manfaat ekonomi tidak berhenti di penyedia jasa semata, melainkan mengalir ke masyarakat.
“Kalau aturan mainnya jelas, semua bergerak. Ini bukan sekadar urusan dapur, tapi urusan masa depan gizi dan ekonomi rakyat,” ujarnya.
Pemerintah pusat juga menyiapkan 13 regulasi turunan, mulai dari percepatan Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS), pemenuhan tenaga ahli gizi, hingga pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), khususnya di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
KDM: MBG Harus Menggerakkan Ekonomi Rakyat
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyambut penegasan tersebut dengan menekankan bahwa MBG di Jawa Barat tidak boleh berhenti sebagai program bantuan sosial, melainkan harus menjadi penggerak ekonomi rakyat.
“Program ini harus menciptakan daya saing, meningkatkan kualitas kesehatan warga, dan membangun rasa keadilan,” ujar Dedi Mulyadi, atau KDM.
Ia mengungkapkan, dana yang akan beredar untuk kebutuhan MBG di Jawa Barat diperkirakan mencapai Rp54 triliun. Angka ini dinilai sebagai peluang besar yang perlu dikelola dengan cermat.
“Kami berharap perbankan ikut turun tangan melalui skema pembiayaan berbunga ringan. Jangan sampai uang sebesar ini hanya lewat, tapi tidak meninggalkan jejak ekonomi di daerah,” katanya.
Dari Petani hingga Sekolah Ikut Terlibat
KDM menegaskan, MBG harus menjadi pasar nyata bagi petani dan peternak kecil. Beras, sayuran, telur, daging, hingga ikan diharapkan dipasok langsung oleh masyarakat perdesaan kepada penyedia jasa MBG.
“Petani tidak perlu lagi menunggu tengkulak. Mereka bisa menjual langsung. Harga lebih adil, semua pihak diuntungkan,” tegasnya.
Tak hanya itu, KDM juga mendorong keterlibatan sekolah sebagai bagian dari rantai pasok. Anak-anak didorong memelihara ayam, menanam sayuran, pisang, dan padi sebagai bagian dari pembelajaran.
“Kalau ini berjalan, uang MBG akan berputar dari tangan ke tangan masyarakat. Dari piring anak sekolah, ekonomi rakyat ikut tumbuh,” pungkasnya.
Dengan skema tersebut, MBG di Jawa Barat diharapkan bukan sekadar program makan gratis, tetapi gerakan bersama yang mengenyangkan, mendidik, dan menggerakkan ekonomi sekaligus.***












