JAKARTA — Persoalan tunggakan iuran BPJS Ketenagakerjaan kembali mencuat ke ruang pemerintah pusat. Kali ini, PT Mayer Indah Indonesia, perusahaan tekstil, menyampaikan keluhannya langsung kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam sidang aduan kanal Debottlenecking Satuan Tugas Percepatan Program Strategis Pemerintah (Satgas P2SP), Selasa (23/12/2025).
Dalam forum resmi di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, General Manager PT Mayer Indah Indonesia, Melisa Suria, mengungkapkan bahwa perusahaannya menanggung utang BPJS Ketenagakerjaan hampir Rp1 miliar, tepatnya sekitar Rp950 juta, yang sebagian di antaranya merupakan akumulasi denda keterlambatan.
“Tunggakannya hampir Rp1 miliar, sekitar Rp950 jutaan sampai sekarang. Kami mohon agar denda tidak dikenakan, karena dendanya terus berjalan,” ujar Melisa.
Ia menjelaskan, sejak awal tahun perusahaan menunggak iuran dan dikenakan denda sebesar 2 persen per bulan, yang menurutnya semakin memberatkan kondisi keuangan perusahaan.
Berdasarkan data yang dipaparkan, PT Mayer Indah Indonesia memiliki 387 karyawan yang terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Dari jumlah tersebut, 359 karyawan hanya diikutkan dua program, yakni Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). Sementara 28 karyawan lainnya masih terdaftar dalam program kepesertaan penuh.
Melisa pun mengajukan permohonan agar 28 karyawan tersebut dapat dipindahkan ke dua program yang sama dengan mayoritas pekerja lainnya. Namun, permintaan itu disebut tidak disetujui oleh BPJS Ketenagakerjaan, sehingga menambah beban iuran yang harus dibayar perusahaan.
Di sisi lain, Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, Eko Nugriyanto, menegaskan bahwa penghapusan atau keringanan denda sebenarnya dimungkinkan secara regulatif, namun tidak bisa serta-merta.
“Ada prosedur dan dokumen yang harus disampaikan kepada BPJS Ketenagakerjaan. Nantinya akan kami kaji apakah perusahaan tersebut layak diberikan keringanan, termasuk penghapusan denda,” jelas Eko.
Ia menekankan bahwa kebijakan keringanan denda tetap harus mengikuti mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, guna menjaga prinsip keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh peserta.
Diketahui, dari total tunggakan Rp950 juta, sekitar Rp700 juta lebih merupakan iuran pokok, sementara lebih dari Rp100 juta berasal dari akumulasi denda keterlambatan.
Menanggapi aduan tersebut, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akhirnya menyampaikan keputusan pemerintah. Ia menegaskan bahwa permintaan penghapusan denda tidak bisa diputuskan di luar mekanisme resmi.
“Mengenai permintaan penghapusan denda tunggakan BPJS Ketenagakerjaan, agar diajukan melalui mekanisme yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Kementerian Ketenagakerjaan,” ujar Purbaya membacakan hasil keputusan sidang.
Kasus ini kembali memperlihatkan tarik-menarik antara beban kepatuhan perusahaan dan kewajiban perlindungan tenaga kerja. Di satu sisi, perusahaan mengeluhkan akumulasi denda yang kian membesar. Di sisi lain, BPJS Ketenagakerjaan menegaskan bahwa aturan dibuat untuk menjamin hak pekerja agar tidak menjadi korban ketidakdisiplinan administrasi.
Publik pun menunggu, apakah jalur regulasi yang ditempuh perusahaan akan berujung pada keringanan, atau justru menjadi pengingat bahwa perlindungan pekerja tetap memiliki harga yang harus dibayar tepat waktu.***












