KOTA BEKASI – Pembangunan skatepark di kolong flyover Summarecon, Kota Bekasi, mendadak menjelma menjadi bahan perbincangan nasional hingga lintas negara. Bukan karena anggaran fantastis atau seremoni berlebihan, melainkan karena satu hal yang kerap langka di banyak daerah: pemanfaatan ruang kota yang relevan dengan kebutuhan anak muda.
Unggahan progres pembangunan skatepark yang dibagikan langsung melalui akun Instagram Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto (@mastriadhianto), viral dan menembus audiens lintas wilayah. Video tersebut menampilkan kolong flyover, ruang yang lazimnya identik dengan gelap, kumuh, dan tak terurus disulap menjadi fasilitas olahraga urban yang aman, kreatif, dan fungsional bagi komunitas skateboard.
Pesan yang disampaikan sederhana, namun menohok, ruang kota tidak harus mewah, tapi harus hidup dan berdampak.
Respons publik pun tak terbendung. Kolom komentar dipenuhi warganet dari berbagai daerah, Garut, Tasikmalaya, Makassar, Tangerang, Bogor, Palembang, hingga wilayah Lampung yang ramai-ramai menandai akun bupati, wali kota, bahkan gubernur mereka masing-masing.
Nada komentarnya seragam, harapan bercampur sindiran. “Di sini kolong flyover cuma jadi tempat parkir truk,” tulis seorang warganet sambil menandai kepala daerahnya.
Fenomena ini seolah menjadi cermin telanjang bagi banyak pemerintah daerah, ketika satu kota berani memulai, kota lain terlihat masih sibuk berwacana.
Tak berhenti di dalam negeri, gema skatepark Bekasi bahkan menyeberang ke Malaysia. Sejumlah akun warganet asal Negeri Jiran ikut meramaikan kolom komentar dengan menandai Kementerian Belia dan Sukan Malaysia, menjadikan skatepark kolong flyover Bekasi sebagai referensi nyata.
“Please, nak macam ni dekat Malaysia,” tulis akun @ghksk8.official.
“Bila la Malaysia nak macam ni,” timpal warganet lainnya.
Satu unggahan dari Bekasi pun berubah menjadi diskursus regional tentang ruang publik dan kepedulian negara terhadap komunitas muda.
Menanggapi fenomena tersebut, Wali Kota Bekasi Tri Adhianto menyebut antusiasme publik sebagai sinyal kuat bahwa kebutuhan ruang publik anak muda dirasakan secara luas.
“Respons ini menunjukkan bahwa kebutuhan ruang publik untuk anak muda itu nyata dan dirasakan di banyak daerah. Ketika satu kota memulai, kota lain ikut berharap,” ujarnya.
Ia menegaskan, skatepark ini bukan sekadar fasilitas olahraga, melainkan bagian dari strategi menghidupkan ruang kota agar produktif dan inklusif.
Tri Adhianto juga mengungkapkan bahwa pembangunan skatepark kolong flyover dilakukan melalui skema kolaborasi, memadukan dukungan Corporate Social Responsibility (CSR) dari pihak swasta dan APBD.
Model ini, menurutnya, membuktikan bahwa keterbatasan anggaran bukan alasan untuk stagnan.
“Kolaborasi menjadi kunci. Pemerintah, swasta, dan komunitas harus bergerak bersama. Ruang-ruang yang selama ini terabaikan bisa dihidupkan kembali tanpa membebani anggaran daerah secara berlebihan,” tegasnya.
Fenomena viral skatepark Bekasi akhirnya menempatkan kota ini sebagai contoh konkret penataan ruang berbasis kebutuhan riil masyarakat, bukan sekadar proyek mercusuar. Dari satu unggahan media sosial, percakapan tentang ruang publik berkembang menjadi tuntutan kolektif anak muda lintas daerah bahkan lintas negara.
Kini, bola panasnya bukan lagi di Bekasi, melainkan di tangan kepala daerah lain:
akan ikut bergerak, atau terus ditag dalam kolom komentar? ***













